Suku
dayak,adalah suku yang sangat fenomenal yang ada di negara Indonesia, karena
terkenal akan kekuatan magisnya, Kata Dayak berasal dari kata "Daya"
yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau
perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat.
Asal Mula Adanya Suku
Dayak
Pada
tahun (1977-1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan
bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia
mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan
yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan
penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra
dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum
lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan
Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah
Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri
sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.
Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan
perilaku berbeda.
Suku
Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering
disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan
Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan
terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut
mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah
pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari
kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).
Sebagian
besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang
Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan
orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke
pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai,
Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi
terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di
Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan
Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak
(Ma’anyan atau Ot Danum)
Tidak
hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa
Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun
1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di
kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa
datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan
bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak
memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang,
terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga
dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian
suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak
awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung
Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di
bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah
sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun
1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang
mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan
diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok
dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)
Dibawah
ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga
kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang
yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu
kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya
Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan.
Upacara
Tiwah
Upacara
Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang
dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung
yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang
dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara
Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum
tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke
tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong
maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di
tempatnya (Sandung).
Dunia
Supranatural
Dunia
Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas
kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut
Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak
adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas
semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya
Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk
seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur
dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok
merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah
beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar.
“Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan
isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke
kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak
tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja
ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima
itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata
tajam dan sebagainya.
Mangkok
merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus
membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai
perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh
pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur
untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang
mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang
yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang
yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga
biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana
perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan
di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu,
maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang
tersebut makin sakti.
Mangkok
merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat)
yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini
disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus
calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan
beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh
(ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia
(metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak
sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu
itu dan dibungkus dengan kain merah.
Menurut
cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang
dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah
Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang
antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia
sedang konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak,
terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari
nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis
mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa
asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke
dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan
ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari
langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar