Jumat, 31 Oktober 2014

El-Clasico - Sejarah Sosial Politik Spanyol

Untuk memenuhi syarat otentisitas, saya menyatakan bahwa yang tertulis di bawah ini adalah resume yang saya buatkan atas disertasi orang lain mengenai peran FC Barcelona dan Real Madrid dalam sejarah sosial politik Spanyol.
Setelah membacanya, saya berpikir bahwa substansi isinya dapat mencerahkan pemahaman kita mengapa El-Clasico selalu ditunggu-tunggu dengan bermacam-macam simbol yang ditampilkan di dalam dan luar lapangan. Akhirnya, semoga pertandingan pagi hari nanti berlangsung menarik dan penuh aksi memukau. Salam kompak untuk para Barcelonistas dan jabat tangan saya khusus untuk para Madridistas.
.
Perkenalan
Olahraga dan politik, sering disebutkan sebaiknya tidak bercampur. Bagaimanapun, sekeras apapun usaha kita memisahkannya, pemerintahan dan fenomena sosial-kultural mungkin telah secara rutin melanggar wilayah lainnnya sepanjang sejarah (Allison: 1986, p.12). Tak perlu kemana-mana, ini telah semakin jelas di abad terakhir dalam sepakbola Spanyol, permainan di Semenanjung Iberia telah terlihat sebagai perpanjangan tangan dari skenario politik domestik dan internasional (Crolley & Hand: 2006, p.114).
Sebagai sebuah area yang secara relatif masih sedikit mengambil porsi penelitian ilmu sosial, disertasi ini akan memberikan evaluasi unik terhadap sejauh mana politisasi dua klub paling kaya dan paling besar dukungannya di Spanyol (BBC: 2010), Real Madrid CF dan FC Barcelona.
Sejumlah pernyataan penting telah sering diajukan terhadap politisasi oleh kedua klub, tetapi klaim tersebut tidak pernah dianalisa dari sisi akademis secara mendalam. Disertasi ini, melalui studi atas momen-momen politis kunci dalam sejarah Spanyol dan referensi konstan terhadap nilai akademis yang melingkupi topik organisasi dan institusi politis, akan membedah klaim tersebut dan menguji tiga pertanyaan utama yang saya harap dapat mencapai sekumpulan kesimpulan yang jelas.
Pertanyaan pertama adalah apa sebenarnya rupa dari sebuah institusi politis. Saya akan melihat sejumlah pemikiran-perilaku, teori pilihan rasional, institusionalisme, pendekatan kualitatif dan kuantitatif dan menilai apakah ada atau tidak cakupan meluas atas definisi konvensional untuk mengarahkan aksi dari organisasi yang secara tradisional bukanlah dianggap sebagai “pemerintah”.
Pertanyaan kedua melibatkan dikotomi antara institusi politis dan organisasi politis. Sementara institusi politis lebih dilihat sebagai badan administratif formal, organisasi cenderung melibatkan diri dalam proses politis dibanding membentuk proses-proses tersebut, memberikan kesempatan bagi warga negara untuk mempengaruhi mereka yang memerintah (Hague & Harrop: 1982, p.165).
Pertanyaan terakhir adalah untuk menguji apakah terjadinya keselarasan politis pada klub-klub tersebut memang berasal dari klub itu sendiri atau sebagai sebuah proyeksi oleh pihak yang berkepentingan untuk menjadikan mereka kendaraan yang nyaman dan kuat untuk pandangan politis mereka.

Tujuan dan Metode
Tujuan utama saya adalah untuk menganalisa sejarah Real Madrid dan FC Barcelona berdasarkan konteks sosial-politis masa itu dan akhirnya mencapai sebuah kesimpulan mengenai seberapa aktif pengaruh politis kedua klub sepanjang abad yang lalu. Fokus utama analisa ini adalah untuk menguji apakah aktivitas politik keduanya memenuhi definisi institusi politik dari kajian akademis.
Tentunya, untuk mencapai tujuan ini memerlukan metodologi valid sebagai sebuah struktur yang memungkinkan temuan-temuan dapat diaplikasikan. Metodologi saya lebih bersifat kualitatif, eksploratif dan kearsipan. Sumber-sumber utama dalam analisa ini akan berasal dari kombinasi teori oleh beberapa ilmuwan, seperti Arend Lijphart, Jennifer Gandhi dan Douglass North, untuk menambah studi sejarah historis kedua klub dan sejumlah material akademik mengenai politik dan budaya Spanyol abad ke-20.
Sejatinya, sepanjang disertasi ini saya akan juga mengevaluasi beberapa publikasi utama yang ditulis mengenai hubungan kedua klub terhadap sistem politik, kolom-kolom para jurnalis seperti Phil Ball dan Jimmy Burns yang membentuk bank untuk material historis. Apabila relevan, saya akan juga menggunakan laporan resmi UEFA dan survei mengenai struktur kepemilikan kedua klub, analisa data yang mereka masukkan untuk menambah elemen penyeimbang analisa kuantitatif dan primer ke dalam penelitian kualitatif yang sebelumnya banyak didominasi sumber-sumber sekunder.

Tinjauan Pustaka.
Definisi dasar sebuah institusi adalah sebuah organisasi dengan sebuah status publik yang anggota-anggotanya berinteraksi atas dasar peran spesifik di dalamnya. Di dalam lingkungan politik, institusi mengacu kepada sebuah organ pemerintah yang didasarkan pada konstitusi (Hague & Harrop: 1982, p.82), meskipun masih ada sejumlah debat akademis mengenai seberapa jauh definisi ini dapat dikecualikan.
Dapat dikatakan bahwa ilmuwan modern paling penting mengenai institusi politik, ilmuwan sosial Belanda bernama Arend Lijphart, telah menjadi sentral pengembangan pemikirian institusi dan aplikasi-aplikasi yang berbeda di bawah rezim yang beragam.
Untuk perbandingan metodologi, Lijphart mendasarkan kerangka atas referensi dan temuannya dalam bukunya 1977, Democracy in Plural Societies: A Comparative Explanation. Mengakui kesulitan pemerintah dalam memelihara sistem pemerintahan yang stabil dalam masyarakat yang plural dan memisahkan diri, Lijphart (1977, p.1) fokus pada negara demokrasi, namun analisanya hanya relevan ke Spanyol pasca Franco sebagai cerminan teori mengenai kinerja Real Madrid dan FC Barcelona.
Lijphart juga menawarkan kritik atas teori “keanggotaan tumpang tindih (overlapping memberships) yang dikemukakan oleh Arthur F. Bentley dan David B. Truman, dimana ketika individu menjadi anggota beberapa kelompok yang terorganisasi ataupun tidak, pandangannya akan menjadi moderat (Lijphart: 1977, p.10). Lijphart mengacu pada keadaan dimana keragaman keanggotaan menghadapkan orang-orang pada tekanan politik lintas kepentingan dan hasilnya mereka mengadopsi posisi “di tengah jalan (middle-of-the-road)” (1977, p.10-11), namun dengan Real Madrid dan FC Barcelona dimiliki oleh anggota mereka dan diasosiasikan dengan beragam pandangan politik, saya yakin anggapan tersebut akan ditantang oleh penelitian ini.
Dalam bukunya Political Institutions under Dictatorship, Jennifer Gandhi secara khusus berfokus pada peran institusi politik dalam rezim non-demokratis, menilai strategi para diktator yang secara tradisional digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Secara jelas, dengan proporsi yang besar pada abad ke-20 telah melihat Spanyol diperintah oleh kepemimpinan otoritarian, penelitiannya sangat relevan terhadap penelitian dalam subjek ini.
Gandhi menyatakan bahwa institusi yang biasanya melayani untuk memudahkan tugas memerintah dari diktator merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang sering menekan permintaan oposisi (2008, p.79). Sejatinya, ini adalah proses kooptasi, dimana institusi menjadi sebuah kunci konsesi dan persuasi ketika aksi demikian dibutuhkan (2008, p.109). Walaupun sangat sedikit penelitian Gandhi berfokus pada kekuasaan eksplisit Franco di Spanyol, dia mengakui pertumbuhan ekonomi yang dinikmati negara tersebut pada masa kediktatoran fasisnya, dimana pendapatan per kapita melonjak delapan kali lipat pada tahun 1975 dibanding pada saat selesainya Perang Dunia II (2008, p.139).
Berangkat dari karya Lijphart dan Gandhi, ekonom dan sejarawan terkemuka Amerika Douglass North memberikan poin yang tak mengherankan bahwa sebuah institusi politik dari pijakan tunggal ekonomi, yang menawarkan deskripsi komprehensif atas apa yang ia yakini sebagai karakteristik yang seharusnya. North (1990, p.3) menyatakan bahwa institusi adalah “aturan main (rules of the game)” dalam masyarakat, sebuah instrumen yang membentuk interaksi manusia.
Dengan melihat institusi politik sebagai fasilitator struktural dalam kehidupan sehari-hari kita (1990, p.3), North menarik dikotomi yang jelas antara “institusi” dan “organisasi”. Dia menyebutkan organisasi sebagai kelompok individu yang diikat oleh kepentingan umum untuk mencapai tujuan-tujuan, dimana usaha bersama ditanggung oleh sebuah kerangka institusional yang sudah eksis sebelumnya (1990, p.5). North berargumen bahwa ada hubungan simbiosi antara organisasi dan institusi, dimana organisasi berusaha mengubah kerangka kerja institusi dan secara bersamaan diatur oleh kendala-kendalanya. Mereka mungkin mempengaruhi bagaimana kerangka institusi dibentuk, namun akhirnya institusilah yang memegang kekuasaan dan menentukan aturan main (1990, p.5-6). Pandangan North bersifat pluralistic dimana ia mengakui adanya pengaruh yang dibagi antara institusi dan organisasi, namun pada sisi lain dia melihat institusilah yang berlaku sebagai wasit akhir dari pengambilan keputusan politik.
Untuk memberikan pandangan literatur mengenai sejarah Spanyol dan kedua klub, saya menggunakan sumber otoritatif oleh Stanley Payne mengenai perang dunia dan kehidupan fasis di Spanyol. Dalam Fascism in Spain: 1923-1977, Payne memberikan analisa mendalam mengenai rezim Jose Antonio Primo de Rivera dan Jenderal Franco, yang mencakup sejarah pergerakan Falangis (sebutan untuk pengikut partai politik Jenderal Franco).

Konteks Historis
Untuk memperoleh pemahaman lebih mengenai peran FC Barcelona dan Real Madrid dalam lingkungan politik Spanyol, pertama sekali kita harus menganalisa konteks historis yang melingkupi kemunculan kedua klub. Sejatinya, tataran politik yang kita anggap sebagai Spanyol modern mulai terbentuk sejak abad ke-16, dimana institusi Spanyol memiliki asal-muasalnya pada Abad Pertengahan dan reformasi prinsip-prinsip Kristen yang sedang terjadi saat itu (Payne: 1999, p.3).
Dengan kerajaan bersifat lokal dan dinasti sebagai unit dasar peradaban barat pada era tersebut, apa yang kita kenal sekarang sebagai Spanyol berawal dari lima kerajaan terpisah dengan konsep kebangsaan yang menyeluruh yang dikenal dengan nama “Hispania” (Payne: 1999, p.3). Dalam konteks inilah mulai muncul sistem regionalisme yang membentuk karakter perpolitikan Spanyol.
Sementara monarki Bourbon menanamkan rasa kebangsaan yang lebih besar selama tahun 1800-an dan reformasi yang diperkenalkan oleh Charles III secara khusus menekankan sentralisasi administrasi (Ventos: 1991, p.99), namun sejarah menunjukkan keunggulan politik terkait sentralisasi lenyap oleh perang Spanyol-Amerika tahun 1898. Dalam istilah Stanley Payne “trauma pasca-kolonialisme modern pertama di Eropa Barat” (1999, p.11), angkatan laut Spanyol dihancurkan oleh Amerika Serikat dan berlanjut pada pengkotak-kotakan wilayah colonial termasuk Kuba, Puerto Rico dan Filipina (Hendrikson: 2003, p.52).
Musnahnya kekaisaran Spanyol di seberang laut tampak sebagai simbol kegagalan Spanyol modern sebagai sebuah negara dan sistem, dimana kaum elit membuka peluang proses demokratisasi yang disebut-sebut sebagai pembuka konflik mendalam di negara Spanyol (Payne: 1987, p.9). Payne (1987, p.7) percaya bahwa momen ini dalam sejarah modern Spanyol menyebabkan sebuah “ketiadaan nasionalisme”, sementara Xavier de Ventos (1991, p.135) telah menulis bahwa masyarakat Spanyol semakin dekat pada kerumitan, yang mengubah keadaan dari dalam menuju ledakan politik.
Elemen-elemen ini dapat dilihat sebagai “pustaka bencana” oleh pergerakan regenerasionis yang muncul di Spanyol segera setelah kekalahan kekaisaran, dimana terbit tulisan-tulisan bermuatan politis yang mencoba untuk memunculkan reformasi untuk memperbaiki erosi identitas kolektif Spanyol (Payne: 1987, p.9-10). Jimmy Burns (1999, p.xv) menulis inilah masa turbulensi politik di Spanyol antara jatuhnya satu era dan perebutan kekuasaan oleh lainnya. Di dalam pergeseran tataran politik inilah Real Madrid dan FC Barcelona lahir, sesuatu yang pada hal-hal tertentu menjelaskan relevansi politis antara kedua klub yang terus terpelihara sampai hari ini.
Dengan konsensus politik yang tak mungkin dicapai dan setiap langkah reformasi demokrasi meningkatkan perpecahan sosial-politik (Payne: 1999, p.11), muncul argumentasi bahwa kedua institusi olahraga yang merepresentasikan elemen-elemen berbeda antara tradisional dan modern, yang selanjutnya didefinisikan melalui karya “noventayochistas”, penulis yang rajin berpikir mengenai “problem Spanyol” (Payne: 1999, p.11-12). Yang pasti, FC Barcelona dan Real Madrid didirikan pada masa pergolakan sosial dan politik skala besar, sehingga keadaan lingkungan pun terefleksikan dalam identitas mereka masing-masing. Sementara Spanyol berjuang dengan identitasnya selama tahun-tahun awal abada ke-20, Catalonia telah menjadi wilayah yang paling berkembang di seluruh negeri, dan berdasarkan Juan Linz (1973) yang dikutip dalam Hargreaves (2000, p.26), warga Catalan merasa tersinggung dengan keadaan negara yang inefisien. Setelah memodernisasi sektor politik dan ekonomi dengan relatif cepat (Hargreaves: 2000, p.26), sepakbola telah menjadi pegangan kelas menengah Catalan dan populasi ekspatriat yang menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi yang signifikan (Burns: 1999, p.72).
Sejatinya, seharusnya ada kondisi ekonomi yang menguntungkan di Barcelona pada masa itu dikarenakan klub sepakbola utama di kota itu didirikan oleh ekspatriat liberal yang Makmur. Pria itulah yang menggagas pendirian FC Barcelona. Dia bernama Joan Gamper (inilah nama versi Catalonia untuk nama aslinya, Hans Kamper). Dia seorang business-man asal Swiss yang memiliki simpati besar terhadap nasionalis Katalan. Sejarah resmi klub menjelaskan bahwa Gamper secara penuh terintegrasi dengan Catalonia karena kemampuannya berbicara dan menulis dalam bahasa Catalan dan meleburkan dirinya dalam kultur wilayah setempat (FC Barcelona: 2011).
Dalam tulisannya di Morbo (2003, p.117), Phil Ball menunjukkan bahwa Real Madrid hampir tidak memiliki asal-usul yang sederhana, dikaitkan dengan kebangsawanan yang ada sejak awal mula. Sejatinya, bendahara awal Foot Ball Sky adalah Conde (Count) de La Quinta de La Enrajada, sarjana Oxford dan anggota kasta tinggi di masyarakat Spanyol. Semakin kuat koneksi terhadap pendirian dibanding FC Barcelona, institusionalisasi sosial Real Madrid dapat dikatakan menjadi stempel karet dengan adanya perlindungan oleh Alfonso XIII pada 1920 (Ball: 2003, p.117). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar