Kamis, 01 Januari 2015

Sejarah Pendiri FC Barcelona

Joan Gamper (22-11-1877 sampai 30-07-1930)
Sebelumnya dikenal sebagai Hans-Max Gamper, Joan Gamper adalah seorang pelopor sepakbola Swiss, klub sepakbola yang sudah didirikan oleh Joan gamper antara lain FC Basel , FC Zurich dan FC Barcelona.
Pada tahun 1898, Joan Gamper pergi ke kota Barcelona untuk mengunjungi pamannya (Emili Gaissert), yang tinggal di Barcelona.
Sebagai seorang akuntan, Gamper menemukan sebuah pekerjaan di Perusahaan Kereta Api sebagai kolumnis olahraga dan bekerja untuk dua surat kabar Swiss. Gamper bergabung dengan Gereja Injili Swiss lokal dan mulai bermain sepakbola di dalam masyarakat Protestan lokal di distrik Sarrià-Sant Gervasi. Selain itu Joan Gamper juga membantu menerbitkan sebuah majalah, Los Deportes.
Pada tanggal 22 Oktober 1899 Gamper menempatkan iklan di Los Deportes menyatakan keinginannya untuk membentuk sebuah klub sepak bola. Sebuah respon positif yang menghasilkan sebuah pertemuan di Sole Gimnasio pada tanggal 29 dan lahirlah Futball Club Barcelona. Para pendiri termasuk penggemar yang berasal dari Swiss, Inggris dan Spanyol, tidak mengetahui jika Gamper memilih warna untuk Blaugrana seperti FC Basel.
Meskipun Gamper yang membentuk FC Barcelona, Gamper lebih memilih hanya untuk menjadi anggota dewan dan kapten klub. Gamper bermain 51 pertandingan untuk FC Barcelona pada tahun 1899 sampai dengan 1903, mencetak 120 gol. rekan satu tim nya pada waktu itu termasuk Arthur Witty. Pada tahun 1900-1901 Gamper salah satu pemain yang memenangkan piala pertama untuk FC Barcelona, Macaya Copa.
Kompetisi ini sekarang diakui sebagai kejuaraan pertama di Catalan. Pada tahun 1902 Gamper bermain di final Copa del Rey, FC Barcelona kalah 2-1 untuk Club Vizcaya. Pada tahun 1905, klub tidak memenangkan satu pialapun, dan membuat klub kekurangan Dana, dan kekurangan dana, yang berdampak mempengaruhi penampilan klub baik didalam lapangan maupun diluar lapangan. Pada tahun 1908 (1908-09, 1910-13, 1917-19, 1921-23 dan 1924-25).
Untuk pertama kalinya Gamper mengambil alih kepresidenan klub. Salah satu prestasi utamanya adalah untuk membantu Barca mendapatkan stadion sendiri.Sampai 1909 tim bermain di berbagai lahan, karena klub tidak memiliki lahan yang cukup untuk membangun sebuah lapangan. Selama masa kepemimpinannya, Gamper mengumpulkan dana dari bisnis lokal. Pada tanggal 14 Maret 1909, mereka pindah ke Carrer Industria, sebuah stadion dengan kapasitas 6.000. Ia juga meluncurkan kampanye untuk merekrut anggota klub lebih banyak. Pada tahun 1917 gamper merekrut Paulino Alcantara, yang ditunjuk langsung oleh  Jack greenwell yang menjabat sebagai manager Klub.
Selain Alcantara tim  Greenwall juga menyertakan Sagi barba, Ricardo Zamora, Josep Samitier, Félix Sesúmaga dan Franz Platko. Pada Tahun  1922, Barcelona telah pindah dan bermain di Les Corts Stadium yang berkapasitas 30.000.
Selama era Gamper, FC Barcelona memenangkan 11 Championat de Catalunya, 6 Copa del Rey dan 4 Coupe de Pyrénées.
Namun, pada 24 Juni 1925, para fans mencemooh lagu kebangsaan sebagai pesan kepada kediktatoran Miguel Primo de Rivera. Dalam kasus ini, anda tidak tahu bagaimana kediktatoran bekerja: Stadion ditutup selama enam bulan, dan Joan Gamper harus mengundurkan diri sebagai presiden klub, tidak pernah kembali ke posisi lagi.
Ironisnya, pada tahun 1929, ketika gamper sudah tidak berperan dalam klub, klub menjadi profesional dan memenangkan La Liga untuk pertama kalinya. Pada tahun 1930, Joan gamper terlibat dalam depresi berat karena krisis pribadi dan keuangan, akhirnya dia bunuh diri.
Barcelona juga menderita akibat dari efek (Wall Street Crash 1929), dan ekonomi sangat tidak stabil. The Second Spanish Republic, dipimpin oleh diktator Francisco Franco, membuat konflik politik menaungi kegiatan olahraga di Spanyol.
Sifat pembangkang Barcelona membuat beberapa pemain berhenti bermain sepak bola dan berperang melawan militer Franco ketika Perang Saudara Spanyol dimulai pada 1936.
Dan ini adalah awal dari sejarah yang sangat suram dalam sejarah Barca 

Penyajian Musik Dayak Kanayatn

Istilah penyajian dalam sebuah pertunjukan dapat berarti atraksi maupun adegan yang dikemas menjadi salah satu peristiwa kesenian, seperti bagaimana sebuah musik disajikan dan bagaimana pementasannya.
Aspek ini merupakan sarana untuk mempermudah mengetahui konsep nilai, penggunaan, fungsi dan hubungannya dengan aspek lain, sehingga dapat dilihat dan dipelajari ciri-ciri musik tersebut sebagai sebuah pertunjukan.



Suatu sajian musik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sajian ritual dan sajian hiburan. Sajian ritual cenderung terkait dengan upacara dan berhubungan dengan hal-hal gaib, seperti makhluk halus, roh leluhur, dewa, dan Tuhan. Penyajian musik ini secara spesifik biasanya berhubungan dengan agama atau kepercayaan. Sajian musik hiburan tujuan hanya untuk menghibur dan tidak terkait dengan unsur ritual.



Tujuan

Secara mendasar tujuan penggunaan musik dalam ritual Baliatn adalah untuk mendukung ritual tersebut, sekaligus sebagai bagian penting upacara. Ritual Baliatn adalah ritual perdukunan masyarakat Dayak yang dianggap sakral dan dapat menghubungkan manusia dengan segala kekuatan di jagad raya ini, termasuk pula hubungan manusia dengan Tuhan. Pelaksanaannya senantiasa disertai musik sebagai bagian upacara. Disamping itu ritual Baliatn dapat dikatakan sebagai wadah perilaku religius yang sarat dengan kekuatan gaib. Ia tidak mengandung arti apa-apa bila tidak disertai tindakan dan peralatan yang bersifat sakral dan religius. Tindakan itu dapat berupa mantra, tarian, dan laku persembahan, sedangkan peratan sakral itu dapat berupa sesaji, kostum, jimat, dan instrumen, dan musik yang digunakan dalam upacara. Tanpa dua pendukung upacara itu, sebuah upacara hanya bersifat profan (keduniawian) seperti upacara kenegaraan dan lain sebagainya. 
Tujuan suatu ritual pada dasarnya untuk mengadakan hubungan religius dengan penguasa atau kekuatan gaib.
Jenis-jenis ritual itu dapat berupa pengobatan, perdamaian dengan makhluk halus karena diganggu, perbaikan tingkat kehidupan, keselamatan, ungkapan syukur, peringatan daur kehidupan, dan lain sebagainya.
Pada tahapan ini musik berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan sesuatu yang gaib. Adapun beberapa ritual Baliatn dilihat dari niat dan tujuan pelaksanaan upacara adalah sebagai berikut (Regina, Tesis. 1997: 58-59).
Waktu terkait erat dengan sistem upacara, karena antara waktu penggunaan musik dengan upacara biasanya menjadi satu kesatuan yang saling mendukung penempatannya masing-masing. Penggunaan musik Dayak Kanayatn dalam ritual Baliatn disesuaikan dengan waktu pelaksanaan upacara yang biasanya dilaksanakan malam hari. Hal ini karena waktu tersebut dipercaya masyarakat setempat sebagai masa makhluk halus berkeliaran, sehingga mudah dipanggil untuk diberi makan.



Tempat

Penyajian musik dalam upacara Baliatn Nyande bertempat di ruangan tengah yang agak luas. Hal ini dilakukan agar pelaku upacara dapat bergerak dengan leluasa, terutama agar pamaliatn dapat menari dengan bebas. Posisi pemain musik berdekatan dengan tempat pamaliatn menari agar dapat melihat langsung tari yang diiringi. Disamping itu tempat sengaja dipilih berdekatan dengan pamaliatn untuk mengetahui jalannya upacara.
Pemain musik biasanya terdiri dari empat orang, yaitu dua orang pemain Dau (We’nya dan Naknya), satu orang pemain Gadobokng, dan satu orang penabuh Agukng yang rata-rata suadah tua. Sesungguhnya tidak ada kekhususan untuk memainkan musik tersebut, artinya musik itu boleh dimainkan siapa saja, tua, muda, laki-laki atau perempuan dengan syarat si pemain mengetahui cara bermain dan mengikuti peraturan adat sebelum disajikan dalam upacara.



Instrumen

Semua perlengkapan dan tingkah laku dalam upacara, seperti menyanyikan atau membacakan mantra, menari, memainkan musik, termasuk sesaji dan properti yang dikenakan pamaliatn dipercaya mempunyai kekuatan gaib. Kekuatan itu dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari gangguan makhluk halus dan dipercaya oleh masyarakat setempat dapat mendatangkan roh halus yang ia panggil. Hal ini karena kekuatan gaib tersebut tidak hanya terdapat atau bersemayam dalam perilaku upacara saja, namun melekat pula pada semua bahan atau properti yang digunakan dalam upacara. Begitu juga dengan alat musik dan musik yang dimainkan, karena antara instrumen, jimat, dan properti lainnya dalam suatu upacara ritual merupakan satu kesatuan sakral yang penggunaannya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Baliatn Daniang, merupakan Baliatn paling tua. Dukun dalam upacara ini percaya bahwa kemampuan mereka didapat langsung dari Jubata, oleh karena itu mereka mampu menyembuhkan penyakit yang sangat parah.

Baliatn Nyande, dukun dalam upacara ini mendapatkan kemampuan pengobatan dengan dipelajari langsung dari Kamang Bukit (roh halus yang bersifat baik dan menolong manusia). Dukun Baliatn Nyande dapat menyembuhkan penyakit melalui pembedahan lalu mengambil penyakitnya, kemudian ditutup kembali tanpa meninggalkan bekas.

Baliatn Bantal, Dukun dalam upacara ini menggunakan bantuan makhluk halus yang disebut Kamang Babah (roh halus yang bersifat baik dari dunia bawah). Pamaliatn pada ritual ini khusus untuk mengobati penyakit dari roh halus yang marah karena merasa terganggu atau karena tidak diperhatikan lagi (dikasih sesaji).

Baliatn Ngamukit, Dukun Baliatn ini memiliki kemampuan yang didapat dari Kamang Talaga (roh halus yang menempati Bukit Talaga). Dukun Baliatn ini dipercaya dapat menyembuhkan penyakit borok dan gatal-gatal.
Baliatn Kanayatn, Dukun Baliatn ini menggunakan bantuan dari Kamang Laut (roh halus yang menempati sungai dan laut) dan biasanya mengobati penyakit dalam, seperti panas dalam dan lain-lain.

Berikut adalah jenis ritual pengobatan Baliatn (Ibid.:59 – 60).
Baliatn Barobat (untuk pengobatan penyakit)
Baliatn Baniat (membayar niat setelah terkabulnya sebuah hajat akan hidup yang lebih baik)
Baliatn batama’ Bohol (dilakukan untuk mendapat keturunan dan menolong orang melahirkan)
Baliatn Tano’ (untuk keselamatan dan kesehatan bayi)
Baliatn Narakng (untuk keselamatan manusia, rumah kampung, dan negeri)
Baliatn Muang sangar (untuk penebusan dosa atau kesalahan)
Baliatn Ngangkat Paridup (untuk keluar dari kehidupan yang susah menuju hidup yang lebih baik)

Waktu
Ada juga yang mengadakan ritual baliatn di halaman atau lapangan luas, karena biasanya ketika ritual ini dilaksanakan, maka banyak orang yang datang untuk melihat ritual tersebut. Pemain Musik Pemain musik adalah orang yang terlibat langsung dalam sebuah pertunjukan musik.  Ia merupakan seorang penyaji atau seniman yang mempresentasikan karyanya untuk tujuan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan musik Dayak Kanayatn biasanya berorientasi pada nilai-nilai estetis yang dapat menyentuh penikmatnya. Penyajian ini dilalui dengan berbagai proses dari pencarian dan pengembangan ide, penuangan teknik, kemudian menyajikannya dalam sebuah upacara.

Penyajian ini berhubungan langsung dengan teknik dan gaya penampilan presentasi musikal, karena sebuah presentasi mencakup konsep, ide musikal, bentuk, dan teknik penyajian tertentu sebagai bagian daya tarik penampilan sebuah musik. Disamping itu pemain musik bukan sekedar memainkan musik apa adanya, melainkan ada beberapa hal yang harus ia ketahui dan harus dijalani (laku ritual) sebelum upacara, sampai kepada penampilannya saat upacara berlangsung.

Bapak Pemberi Strategi

Hannibal Barca (247 SM-183 SM) (bahasa Arab حنبعل).
Barca atau Barcas yang artinya kilat serumpun dengan Baraq, Barq, dan kalimat lain yang mirip di bahasa Semitik yang berdasarkan dari akar berpihak tiga B-R-Q) adalah seorang pemimpin militer di Perang Punisia Kedua dan seorang politisi, kelak dia juga bekerja di profesi yang lain, dia disebut-sebut sebagai salah satu dari pemimpin perang terhebat sepanjang sejarah. Dia hidup saat waktu tegang di Mediterania, ketika Romawi (lalu republik Romawi) membangun kekuatannya melewati kekuatan besar lain seperti Kartago, Macedonia, Syracuse, dan kerajaan Seleucid.
Dia adalah salah satu pemimpin Kartago yang paling terkenal. Pencapaiannya yang paling besar adalah ketika meletusnya Perang Punic, ketika dia membawa pasukan yang mengandung gajah perang dari Iberiamelewati Pyrenees dan Alps sampai bagian utara Itali.
Selama invasinya di Italia, dia mengalahkan prajurit Romawi di beberapa pertempuran, termasuk yang di Sungai Trebia, Trasimene dan Cannae. Sesudah Cannae, kota terbesar di Itali yaitu Capua mengikuti Hannibal melalui penyebrangan dari Roma.
Hannibal kekurangan perlengkapan yang dibutuhkan untuk menembus kota Roma yang sangat dipertahankan. Dia membangun prajurit di Italia lebih dari satu dekade sesudah itu, tidak pernah lupa kewajiban utamanya, tetapi tidak pernah bisa menekan perang sampai menghasilkan kepastian. Selama periode itu, prajurit Romawi kembali berkumpul. Invasi balasan dari Romawi di Afrika Utara memaksa dia untuk kembali ke Kartago, dimana dia dikalahkan di pertempuran Zama.
Kekalahan itu memaksa Senat Kartago untuk mengirim dia ke pengasingan. Selama pengasingan ini, dia tinggal di Istana Seleucid, dimana dia bertindak sebagai penasihat militer Antiochus III saat perangnya melawan Romawi.

Karena kekalahannya di pertarungan maritim, Hannibal melarikan diri lagi, kali ini ke Istana Bithynian.Ketika Romawi meminta dia menyerah, dia lebih memilih melakukan bunuh diri daripada setuju untuk menyerah.
Hannibal juga disebut sebagai salah satu jenderal terbesar sepanjang sejarah. Ahli sejarah militer, Theodore Ayrault Dodge bahkan menyebut Hannibal sebagai “Bapak dari strategi”, karena musuh terbesarnya yaitu Romawi, mengadopsi beberapa taktik militer Hannibal di dalam taktik mereka sendiri. Pujian ini menyebabkan dia mendapat reputasi yang kuat di dunia masa kini dan dia juga dikenal sebagai “pemberi strategi” oleh orang-orang seperti Napoleon Bonaparte dan Bangsawan dari Wellington. Kisah hidupnya juga menjadi dasar dari beberapa film and dokumentasi.

Prestasi Barcelona

Pada 28 Agustus 2013, Barcelona telah memenangkan 22 La Liga, 26 Copa del Rey, 11 Supercopa de España, 3 Copa Eva Duarte dan 2 piala Copa de la Liga, serta menjadi pemegang rekor untuk Orang empat kompetisi. Juga Mereka telah memenangkan 4 Liga Champions, rekor 4 Piala Winners UEFA, 4 Piala Super UEFA dan dua rekor Piala Dunia Antarklub FIFA. Mereka juga memenangkan rekor 3 Piala Inter-Cities Fairs, Dianggap pendahulu ke Piala UEFA-Liga Eropa.
Barcelona adalah satu-satunya klub Eropa Untuk Telah memainkan sepakbola kontinental setiap musim sejak 1955, dan salah satu dari tiga klub Untuk Apakah pernah terdegradasi dari La Liga , Seiring dengan Athletic Bilbao dan Real Madrid. Pada tahun 2009, Barcelona menjadi klub pertama di Spanyol untuk memenangkan treble terdiri dari La Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions . Pada tahun yang sama, juga mMenjadi klub sepakbola pertama yang memenangkan enam dari enam kompetisi dalam satu tahun, Malthus menyelesaikan sextuple itu, Terdiri treble tersebut dan Piala Super Spanyol, Piala Super UEFA dan Piala Dunia Antarklub FIFA
Liga Champions UEFA: 4
1991-92 FC Barcelona 1 - 0 Sampdoria
2005-06 FC Barcelona 2 - 1 Arsenal
2008-09 FC Barcelona 2 - 0 Manchester United
2010-11 FC Barcelona 3 - 1 Manchester United
Piala UEFA: 4
1958 FC Barcelona 6 - 0 London XI; London XI 2 - 2 FC Barcelona
1960 FC Barcelona 4 - 1 Birmingham City; Birmingham City F.C. 0 - 0 FC Barcelona
1966 Real Zaragoza 2 - 4 FC Barcelona; FC Barcelona 0 - 1 Real Zaragoza
1971 FC Barcelona 2 - 1 Leeds United
Piala Super Eropa: 4
1992 Werder Bremen 1 - 1 FC Barcelona; FC Barcelona 2 - 1 Werder Bremen
1997 FC Barcelona 2 - 0 Borussia Dortmund; Borussia Dortmund 1 - 1 FC Barcelona
2009 FC Barcelona 1 - 0 FC Shakhtar Donetsk
2011 FC Barcelona 2 - 0 FC Porto
Piala Winners: 4
1979 FC Barcelona 4 - 3 Fortuna Düsseldorf
1982 FC Barcelona 2 - 1 Standard de Liège
1989 FC Barcelona 2 - 0 Sampdoria
1997 FC Barcelona 1 - 0 Paris Saint-Germain
Liga Spanyol: 21
1928-29, 1944-45, 1947-48, 1948-49, 1951-52, 1952-53, 1958-59, 1959-60, 1973-74, 1984-85, 1990-91, 1991-92, 1992-93, 1993-94, 1997-98, 1998-99, 2004-05, 2005-06, 2008-09, 2009-10, 2010-11-13
Supercopa de España: 11
1983, 1991, 1992, 1994, 1996, 2005, 2006, 2009, 2010, 2011, 2013
Copa de la Liga: 2
1983, 1986
Copa del Rey: 26
1909-10, 1911-12, 1912-13, 1919-20, 1921-22, 1924-25, 1925-26, 1927-28, 1941-42, 1950-51, 1951-52, 1952-53, 1956-57, 1962-63, 1967-68, 1970-71, 1977-78, 1980-81, 1982-83, 1987-88,1989-90, 1996-97, 1997-98, 2008-09
Piala Latin: 2
1949, 1952
Piala Joan Gamper: 35
1966, 1967, 1968, 1969, 1971, 1973, 1974, 1975, 1976, 1977, 1979, 1980, 1983, 1984, 1985, 1986, 1988, 1990, 1991, 1992, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2007, 2008, 2010, 2011.
Piala Dunia Antarklub FIFA: 2
2009, 2011



Permusuhan dua Kota besar di Spanyol

Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Franco. FC Barcelona kemudian menjadi satu-satunya tempat dimana sekumpulan besar orang dapat berkumpul dan berbicara dalam bahasa daerah mereka. Warna biru dan merah marun Barcelona menjadi pengganti yang mudah dipahami dari warna merah dan kuning (bendera) Catalonia. Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suñol, selaku Presiden Barcelona waktu itu dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938.
Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona “diinstruksikan” (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real Madrid. Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid.
Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam 1 serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan “pengaturan pertandingan” dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, adalah klub kesayangan Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, FC Real Madrid. Sebagai sebuah simbol perlawanan, kultur dan karakter Barcelona kemudian terbentuk dengan sendirinya. Siapapun pelatihnya, dan gaya apapun yang dipakai, karakternya hanya satu: Menyerang, Menyerang dan Menyerang !!!
Sebagai penyerang, Barcelona bermaksud untuk mendobrak dominasi Real Madrid (dan bagi orang Catalonia, mendobrak dominasi Spanyol). Untuk itulah Barcelona pantang bermain bertahan, karena itu adalah simbol ketakutan. Kalah atau menang adalah hal biasa. Tapi keberanian memegang karakter, itulah yang menjadi simbol perlawanan. Bersama kompatriotnya, Johan Neeskens, mereka langsung membawa Barcelona memenangi gelar liga spanyol (setelah sebelumnya 14 tahun puasa gelar), dan dalam prosesnya tahun itu sempat mengalahkan Real Madrid di kandang Madrid sendiri dengan skor 5-0 (!). Pada tahun itu Johan Cruyff dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Eropa, dan memberi nama anaknya dengan nama khas Catalan, yaitu Jordi. Statusnya sebagai legenda menjadi abadi. Jordi Cruyff sendiri pada akhirnya tidak pernah bisa sebesar ayahnya. Karir sepakbolanya lebih banyak dihabiskan di klub-klub medioker, meski sempat beberapa tahun memperkuat Manchester United.
Permusuhan itu terus ada, meskipun tidak sesengit pada tahun-tahun awalnya, sampai sekarang. Bisa dibilang, rivalitas saat ini sudah lebih sportif dan berjalan dengan lebih “sehat”. Tapi permusuhan yang sejak dulu telah begitu mengakar menjadikan duel diantara keduanya selalu menjanjikan sesuatu yang spesial. Inilah mengapa duel antara Barcelona dengan Real Madrid yang terjadi setidaknya 2 kali setiap tahunnya (di liga Spanyol) disebut dengan el classico, karena memang menyajikan satu duel klasik dengan sejarah panjang terbentang dibelakangnya. Meski berulang setiap tahun, akan tetapi saking monumentalnya duel ini membuat Johan Cruyff dan Bobby Robson ketika menjadi pelatih Barcelona pada era akhir 1980-an sampai akhir 1990-an sampai mengibaratkan el classico sebagai sebuah “perang”, bukan sekedar pertandingan sepak bola. Baik pelatih Real Madrid maupun pelatih Barcelona ketika menghadapi el classico akan merasa seperti membawa sepasukan serdadu perang, bukan sebuah kesebelasan sepak bola, karena begitu besarnya kehormatan yang dipertaruhkan. Demikian juga pertaruhan bagi pelatih, karena ketika dia diangkat sebagai pelatih seolah sudah ada beban yang diberikan oleh klub: “Anda boleh kalah dari siapa saja di liga ini, tapi jangan sampai kalah dari Real Madrid !”
Salah satu bentuk perang di luar lapangan adalah Transfer pemain. Dalam hal ini, perpindahan pemain dari Barcelona ke Real Madrid (maupun sebaliknya) akan dianggap sebagai sebuah bentuk pengkhianatan.

Rabu, 31 Desember 2014

Karya Yang Menjadi Ciri Khas

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau. Terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30 kelompok kepulauan kecil. Termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Di dalamnya ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yang pertama ada pulau Kalimantan, kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 km², kemudian pulau Sumatera  dengan luas 473.606 km² dan ketiga pulau Papua yang luasnya 421.981 km². dll
Dari masing-masing pulau tersebut ditinggali oleh beragam suku bangsa dengan budaya yang beragam juga pastinya. Misalnya, di kalimantan ada suku dayak, melayu, tionghoa dll. Begitu juga dengan pulau-pulau lainnya. Semakin banyak manusia yang mendiami suatu pulau tersebut maka akan semakin banyak pula ciri khas budaya yang membedakannya dengan suku lain.
Pada postingan kali ini, kita akan membahas beberapa kerajinan tangan suku dayak yang ada dikalimantan Barat. Dibawah ini adalah beberapa contoh kerajinan tangan yang menjadi ciri khas budaya dayak yang ada di Kalimantan Barat.

Tenun
Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, diantaranya:
Tenun Daerah Sambas
Tenun Belitang (Dayak Mualang / Ibanik) daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
Tenun Ensaid Panjang (Dayak Desa / Ibanik) Kabupaten Sintang
Tenun Kapuas Hulu (Iban dan Kantuk / Kelompok Ibanik)

Kerajinan Anyam Manik
Anyam Manik kelompok Dayak Banuaka Group:
Anyam baju adat Dayak Taman, Tamambaloh, Peniung, Kalis (Baju Manik dan Baju Burik)
Kerajinan Anyam Rotan atau bambu
Bakul, keranjang, ambinan, dsb. tersebar di pontianak, sekadau, sintang, kapuas hulu.

Kerajinan Tangan
Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang.
Bidai (bahasa Ibanik) atau bide (bahasa Kanayatn Group) tersebar hampir disebagian suku Dayak baik di Indonesia maupun di Serawak, bidai merupakan tikar tradisional Dayak, terdapat di Bengkayang, Sekadau, Kapuas Hulu, Serawak ( pada komunitas Dayak Iban)
Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.

Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum

Minggu, 28 Desember 2014

Hilangnya Rajah (Tatto) Tubuh Dayak Ngaju

Zaman dahulu sebelum terjadinya Perjanjian Tumbang Anoi (perkiraan waktu terjadinya Rajah Tubuh mulai tidak digunakan) sebut saja masa Peralihan, bagi suku ngaju memiliki Rajah adalah hal yang biasa karena harusskan atau diwajibkan bagi anak tertua laki-laki memiliki Rajah tubuh, dilakukannya hal tersebut sebagai bentuk untuk membuktikan kepada masyarakat sekitar bahwa mereka telah memenuhi hajat mamuei (janji/sumpah) yang di berikan orang tua kampung (biasanya dalam betuk harus mendapatkan kepala sebanyak yang telah di tentukan dan waktu yang telah di tentukan juga), apabila tidak dapat memenuhi hajat mamuei tersebut maka sang anak tidak dapat kembali ke kampung asalnya.

Rapat Damai Tumbang Anoi

Jika di lihat dari para tetua yang menjadi generasi atau berkelahiran tahun 80-an ke-atas akan sangat jelas terlihat bekas rajah pada kulit mereka, sebab pada masa itulah masa “Peralihan” itu terjadi, dan apabila masih ada generasi berikutnya yang memiliki Rajah tersebut dapat menyebabkan Hukum Adat yang telah di sepakati bersama seluruh Kalimantan (Borneo), maka jenis dan cara mangayau mulai berubah bentuk tujuan. 
Adapun alasan yang menyebabkan wilayah lainnya masih mengunakan Rajah tubuh (menurut analisa) mungkin disebabkan: Jarak yang jauh dari Tempat terjadinya Kesepakatan Bersama dalam arti tidak mengetahui adanya kesepakatan sehingga kesalahan yang dilakukan seolah-olah sengaja dilakukan untuk mengacaukan isi rapat yang telah ditetapkan.

Rekonstruksi Identitas Dayak Kanayatn

Upaya merekonstruksi identitas bukanlah perkara yang mudah. Namun, dalam kerangka pengkajian sejarah asal usul suatu bangsa, yang dalam perkembangannya seringkali salah kaprah, dan penuh dialektika, penelusuran amat kita diperlukan. Pada bagian pertama, saya sudah menulis tentang pasang surut identitas pada Orang Dayak secara umum di Kalbar.
Pada bagian ini, saya akan mencoba merekonstruksi identitas Orang Dayak sub-Kanayatn yang sangat kesohor di Kalbar.
Sebagaimana identitas Dayak yang pernah mengalami pasang surutnya di Kalbar, pada orang Dayak Kanayatn, justru identitas mereka tidak jelas. Beberapa klaim terjadi antara orang-orang Dayak yang berbahasa Bakati, Banyadu’ yang kini mendiami wilayah Kabupaten Bengkayang dengan orang-orang Dayak yang berbahasa Baahe, Bajanya, Banana’, Badamea, ataupun yang berbahasa Bajare yang kini mendiami beberapa wilayah di Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, sebagian Kabupaten Bengkayang, sebagian Kota Singkawang dan sebagian Kabupaten Sambas. Saling klaim ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang keliru dalam menafsirkan identitas mereka oleh orang luar dan teranjur tersosialisasi sejak lama.
Dari berbagai catatan para pelancong Eropa, dikatakan bahwa ketika pertama kali dating di Kalimantan, mereka telah menemukan cukup banyak orang Dayak yang tinggal dikaki-kaki gunung dan hutan belantara. Petualangan Earld, seorang Nahkoda Kapal Stamford Inggris yang berlayar dari Singapura untuk melakukan transaksi dagang dengan Kesultanan Sambas pada tahun 1834 di sepanjang pantai Sambas membuktikan pendapat itu. Earld, misalnya pernah bertemu dengan beberapa orang Dayak yang menggunakan perahu kecil yang terbuat dari kayu bulat dalam perjalanannya mencari sebuah lokasi koloni Cina di Singkawang.
Saya menduga, bahwa orang Dayak yang dimaksud Earld itu adalah orang Dayak Kanayatn. Dugaan ini mungkin sesuai dengan hasil penelitian seorang antropolog Dayak Salako, Simon Takdir, (2003). Dikemukakannya bahwa Orang Dayak Kanayatn dulunya tinggal dan menetap di kawasan pesisir pantai, tak jauh dari bukit Senujuh, kawasan sungai sambas. Oleh Dunselman (dalam Cence and Uhlenbeck, 1958;15) orang-orang yang ini disebutnya sebagai ‘Old Kendayan’ atau Kendayan Tua.
Jika kita merujuk pada temuan mirasi bangsa Austronesia menurut Kern dan Von Heine (Soekmono, 1990) bangsa Indonesia demikian juga Suku Dayak termasuk keturunan bangsa Austronesia ini . Dan sangat mungkin, maka orang-orang Dayak sebagaimana ditemui Earld di sepanjang sungai Selakau dan sungai Sambas pada waktu itu, termasuk keturunan bangsa ini (lihat Simon Takdir;2003).
Menurut Collins (1989) yang meringkaskan pendapat Bellwood (1985), sekurang-kurangnya 7.000 tahun lalu, perintis Austronesia dari daratan Cina (mungkin Zheijang dan Fujian) mendiami Pulau Taiwan dan tinggal disitu sekitar seribu tahun. Dari Taiwan, mereka bermigrasi lagi kea rah selatan melalui Filipina kearah barat Borneo.
Menurut Stanley Karnow (1964) peta perjalanan migrasi bangsa Austronesia dari daratan Asia menuju pulau Kalimantan dan kepulauan Indonesia lainnya melalui Semenanjung Malaka. Mereka yang menuju Kalimantan Barat bagian utara ada yang memasuki muara –muara sungai besar yang menjorok ke perhuluan/perbukitan (mungkin saja sungai Sambas atau sungai Selakau). Beberapa kelompok kecil sempat menetap dikawasan ini dan berbaur dengan penduduk yang sudah ada sebelumnya (Takdir;2003;6). Oleh Wonojwasito, (1957) penduduk asli ini di sebutnya sebagai bangsa Weddoide dan Negrito.
Wonojwasito menjelaskan bahwa kelompok Weddoide dan Negrito telah mendiami kepulauan Borneo sejak zaman prasejarah dan kebudayaan mereka dinamakan kebudayaan Paleolitikum, kebudayaan batu tua, karena mereka belum mengenal pemakaian alat dari logam. Namun begitu, penduduk lama ini telah lenyap sama sekali di Kalimantan (Loebis, 1972).
Dari teori Collins, Stanley, Simon dan Wonojwasito diatas, saya menduga ada terjadi perkawinan silang antara kelompok Weddoide dan Negrito dengan kelompok migrant yang baru tiba dari Taiwan ini. Hasil perkawinan silang ini, kemudian dikenal sebagai bangsa Austronesia, yang bercirikan mata terlihat sipit, agak pendek, kulit kuning langsat, dan sangat terampil memainkan pedang (Takdir;2003).
Kita juga dapat melihat cukup banyak sisa warisan budaya bangsa Weddoide yang masih bertahan dan dapat dilihat pada bangsa Austronesia (termasuk Dayak Kanayatn) ini, antara lain adalah menjadikan hewan anjing sebagai hewan sembelih dan kurban pada jubata (dewa). Prosesi menjadikan hewan anjing sebagai bentuk persembahan ini, dengan mudah kita lihat pada ritual adat perang pada orang Dayak Kanayatn sekarang ini. Binatang ini menjadi hewan buruan, mungkin karena mudah ditangkap bangsa Weddoide yang masih memiliki peralatan dari batu.
Merujuk kamus bahasa sanskerta/kawi, istilah ‘Kanayatn’ berasal dari kata kana + yani. Kana : sana, yana : jalan, yani : sungai (Prawiroadmojo, 1981). Menurut informan saya, mungkin saja ketika melakukan perjalanan, para pelancong, peneliti dari Eropa, Cina ataupun penulis Hindu telah menemukan sebuah komunitas manusia disepanjang aliran sungai Selakau dan sungai Sambas menetap dan membentuk pemukiman yang berada di sebelah sana sungai atau jalan. Maksudnya yaitu suku Kanayatn berada disebelah utara sungai selakau, atau disebelah utara jalan raya, atau di sebelah utara dari wilayah kelompok Austronesia  (Simon;2003)
Ciri lain dari warisan budaya nenek moyang bangsa Autronesia adalah mengkremasikan jenasah orang yang sudah meninggal, dengan cara dibakar. Hal ini dinyatakan oleh King (1993),
“Praktek pembakaran jenazah oleh orang Kalimantan umumnya dianggap untuk menunjukan pengaruh Hindu-India, padahal sekarang kita tahu bahwa pembakaran itu adalah bentuk budaya Austronesia yang sangat awal di Kalimantan, dan bentuk yang sangat belakangan di India”
Bagi orang Dayak Kanayatn, lahan atau tempat pembakaran jenasah itu disebut patunuan. Walaupun sekarang ini jenasah tidak dikremasi lagi, tempat mengubur jenasah (kuburan) tetap disebut patunuan, bukan pasuburatn. Bukti patunuan ini masih ditemukan di hutan Lago’, Menjalin, Kalbar. Prosesi pemakaman ini, tentu saja mirip dengan budaya Hindu, sebuah agama besar di Nusantara yang masuk pada pertengahan abad 4 SM sampai awal kedatangan Islam pada abad 16 SM sebagaimana ditulis oleh Ahmad dan Zaini (1989).
Ahmad dan Zaini menemukan bahwa di sekitar kawasan bukit Sarinakng, Selakau sekarang ini, pernah ditemukan sebuah kerajaan Hindu yang berdiri tahun 1291, dengan rajanya yang bergelar Ratu Sepudak. Namun, kerajaan ini menjadi hilang, ketika Islam masuk ke Sambas dan mendirikan Kerajaan Islam Sambas. Rakyat dari kerajaan Hindu ini, yang tidak mau masuk Islam kemudian bermigrasi ke hulu melalui sungai Selakau, dan kemungkinan mendirikan pemukiman dan menetap dikawasan itu.
Pada bulan September 2008 lalu, saya berkunjung ke Selakau. Tepat ditep jembatan, pasar selakau, terdapat plang nama yang tertulis;”Selakau, 6 Km”. Dengan beberapa teman, saya berinisiatif menyusuri sungai Selakau, yang disebut-sebut sebagai salah satu jalan migrasi antar bangsa masa itu. Tak jauh dari sungai Selakau, menjulang tinggi sebuah bukit yang bernama bukit sarinakng (bhs.Melayu; bukit selindung).
Menurut informan saya, pada waktu itu dibukit Sarinakng ini adalah pantai. Namun adanya proses alam maka timbul daratan baru yaitu kota Selakau sekarang. Sarinakng yang dulu berada di pantai kini berada jauh dari pantai.
Sarinakng ini selanjutnya disebut Salako Tuha (Selakau Tua) dan baru disebut Salako Muda’ (Selakau Muda) atau pasar Selakau sekarang ini. Kenapa di sebut Salako.

Sumber: Malahoi Desaku

Dayak Kanayatn

Istilah Dayak Kanayatn secara jelas hanya tergambar dari tulisan Pastor Donatus Dunselman OFM. Cap pada tahun 1949 dengan judul “Bijdrage Tot De Kennis Van Detaal En Adat Der Kendajan-Dajaks van West Kalimantan“.
Secara sistematis, sosialisasi identitas “politik” ini mewarnai sejarah Kalimantan barat dengan aktor utama para politisi, akademisi dan praktisi LSM. Ada dua periode kemunculan identitas ini, yang memiliki argumentasi tersendiri. Periode pertama di wakili oleh adopsi dari hasil penelitian Pastor Donatus Dunselman.
Periode ini berjalan kira-kira sejak tahun 1980-2000. Dan periode lainnya hanya sebuah periode kritikal identitas yang ditandai dengan upaya untuk mengembalikan identitas Dayak Kanayatn kepada mereka yakni Dayak yang berbahasa ba nyadu’ dan ba kati’.

Periode pertama sebagaimana tulisan Pastor Donatus mungkin dengan cepat menyebar dikalangan misionaris Katolik diberbagai kawasan. Sosialisasi identitas baru ini menjadi lebih tersalurkan dengan dukungan dari petugas-petugas paroki, yang setiap minggu berkunjung ke kampung-kampung Dayak. Hasilnya, identifikasi sebagai Dayak Kanayatn muncul dikalangan Dayak yang sebelumnya belum begitu mengenal identitas ini.

Identitas baru ini kemudian anggap sebagai sebuah kekuatan yang hebat dalam hal populasi. Ini penting untuk proyeksi kekuatan politik. Dalam politik, besaran populasi dan persatuan para elit Dayak di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak ketika itu menjadi sangat penting sebagai bagian dari strategi politik yang dikembangkan pemerintah Indonesia untuk mengkooptasi dan sekaligus merangkul kekuatan politik Dayak.

Menurut statistic tahun 1980, populasi orang-orang Dayak yang berbahasa ba ahe, ba nana’, ba inyam, ba nyadu’, ba kati’, ba dameo, ba langin cukup besar. Mereka hampir menguasai 20% dari seluruh populasi Dayak di Kalbar, dengan penyebaran yang dominan di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak. Karena itu, pada saat itu kelompok etnik ini merupakan pemilih potensial untuk memenangkan Golkar, sebuah partai pendukung pemerintah.

Oevaang Oeray
Bubarnya Partai Persatuan Dayak (PD) pada tahun 1960, memaksa serangkaian perpecahan dikalangan internal politisi Dayak Kalbar. Mempersiapkan diri menyongsong Pemilu 1971, bekas pengurus PD memisahkan diri. Kelompok pertama menyatakan bergabung di Partindo. Kelompok ini dimotori oleh J.C.Oevaang Oeray, Gubernur Kalbar. Beberapa aktivis politik lainnya menyatakan bergabung di Partai Katolik, kelompok ini dipimpin oleh F.C. Palaoensoeka, anggota DPR RI.
Namun perpecahan ini menjadi kentara ketika, perubahan politik nasional berlangsung sedemikian cepat.
Di masa pemerintahan Golkar, pemenang Pemilu 1971, partai-partai politik berupaya di sederhanakan. Partai Katolik dan beberapa partai nasionalis lainnya berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan beberapa partai Islam berfusi kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebagai partai pemerintah, Golkar mengkonsolidasikan tiga elemen penting; ABRI, Birokrat dan Golkar (ABG).
Membaca kencendrungan politik kelompok etnis Dayak yang beragam di Kalbar, ada enam kelompok sub-etnik Dayak yang menarik perhatian Golkar. Dengan beragam cara, elit Golkar meminta para elit-elit Dayak agar bergabung ke dalam Golkar untuk ‘mewakili’ masyarakat Dayak. Beberapa ‘Dayak Golkar’ ini diberikan tempat dalam berbagai upacara-upacara kenegaraan, dan daerah. Beberapa diantaranya menduduki posisi dalam bidang pemerintahan, namun tidak ada lebih dari pada pemerintah kecamatan.

Bagi rezim yang memerintah, tentu saja elit-elit Dayak ini berfungsi untuk mengamankan suara Golkar dalam pemilu yang telah diatur. Mengingat kemenangan Golkar telah ditetapkan sebelumnya, jumlah perbedaan suaranya dapat dipertanyakan. Pada pemilu 1977, J.C. Oevaang Oeray berkampanye untuk Golkar. Kemudian, Oeray diberikan jabatan anggota DPR RI di Jakarta. Pada pemilu 1977, Oeray dan Aloysius Aloi ditunjuk sebagai anggota DPR; G.P Djaoeng dan Moses Nyawath duduk di DPRD I; Rahmad Sahudin di Kabupaten Pontianak. dan Willem Amat duduk di DPRD II Sangga.

Kemenangan Golkar di kelompok pemilih Dayak memunculkan keinginan kuat untuk melembagakan orang-orang Dayak untuk bergabung di Golkar, sebagaimana kebiasaan Golkar yang membentuk organisasi-organisasi sayap partai.
Di dorong keberhasilan mobilisasi Dayak dengan menggunakan “adat” sebagai bumper pemersatu pada peristiwa demonstrasi Cina tahun 1967 diseluruh wilayah Kabupaten Pontianak, adat dibidik Golkar sebagai prioritas. Lembaga-lembaga adat yang tersebar di level kewilayahan local berusaha di strukturisasi.

Keinginan ini ditangkap dengan cerdas oleh seorang Temenggung di Pahauman, Kabupaten Pontianak. Harapannya, para politisi Dayak dari Golkar menggunakan istilah ‘Kanayatn atau ‘Kendayan’ untuk mengumpulkan suara orang Banana’-Ahe dan varian sejenisnya yang mayoritas, khususnya di Kabupaten Pontianak kala itu.
Tangan dingin F. Bahaudin Kay, Temenggung Binua Temila Ilir I Pahauman mewujudkan ambisi itu. Kay dengan cekatan melaksanakan musyawarah adat se-Kecamatan Sengah Temila pada tanggal 23-24 Mei 1978 di Gedung Serba Guna Pahauman. Meski sebagian biaya musyawarah ini didukung Golkar, menurut Kay, biaya musyawarah tersebut juga ditanggung oleh masyarakat adat yang dimobilisasi oleh pengurus adat disetiap tingkatan, mulai dari Timanggong, Pasirah dan Paraga. Oleh Kay, seluruh kepala keluarga diwajibkan mengumpulkan sumbangan satu kaleng beras biasa dan satu kaleng beras ketan serta mengumpulkan dana sebanyak Rp.100/ KK.

Simbol tersebut terdiri dari gantang dan pamipis dalam lingkaran segi lima dan dasarnya terdiri dari sebuah balok, jika sahabat blogger pernah berwisata  ke pulau borneo, akan sangat mudah untuk mengetahui bagaimana bentuk simbol yang dimaksud diatas, kemudia pada simbol tersebut terdapat tulisan motto adat.
Motto: “Adil Ka'Talino. BacuraminKa' Saruga. Basengat Ka' Jubata”.

Migran Dari Sarinakng

Dalam menelusuri identitas ini, kita dapat merujuk pada beberapa teori. Misalnya Nothofer dalam Sari 14 (1996;34) sebagaimana dikutif Aloy (2008;12). Menurut Nothofer, tanah asal usul suatu keluarga dapat dibaca dari keragaman bahasa dan isolek yang mengurainya. Hipotesisnya adalah bahwa makin lama suatu daerah didiami oleh penutur isolek-isolek yang berasal dari suatu bahasa purba makin tinggi tingkat keragaman isoleknya. Sebaliknya, kalau penutur suatu isolek yang timbul beberapa abad sesusah terpisahnya suatu bahasa pura yang meninggalkan tanah asal usulnya untuk mendiami daerah yang baru, maka waktu ntuk timbulnya isolek yang beranekaragam ditempat yang baru itu sangat berkurang. Selanjutnya ia menyimpulkan bahwa dengan menganalisis keragaman bahasa, kita dapat menelusurinya dari asal usul penutur (manusia) yang mewarisi, membawa dan menyebarkan bahasa tersebut. (Aloy;2008;13).
Penyebaran manusia purba dapat ditelusuri melalui aliran sungai. Hal ini dimungkinkan, karena jaman dahulu, transportasi utama masyarakat adalah sungai. Earld, pedagang dari Singapura yang berkunjung pada sebuah koloni Cina di pantai barat Borneo tahun 1834 mengatakan, untuk masuk kepedalaman, mereka harus melalui sungai yang membentang luas dan dalam. Sungai-sungai tersebut bercabang-cabang (J.B.Wolters;1918;3).

Dengan aliran sungai yang berhulu di bukit Bawakng dan bukit-bukit kecil lainnya, saya menduga bahwa migrasi orang-orang dari Sarinakng kemungkinan dilakukan secara berkelompok dan bergelombang. Alasan migrasi, umumnya karena arus migrasi yang massif dari orang-orang yang tidak mereka kenal yang mengancam keamanan dan penghidupan religi serta bercocok tanam (Supriyadi;2005;69).

Paling tidak ada lima kelompok kecil. Kelompok pertama menyusuri sungai Sebangkau dan menetap di Paranyo (bhs. Melayu; pelanjau), sebagian kecil meneruskan perjalanan hingga dimuara sungai, Pemangkat. Kelompok kedua melakukan perjalanan dengan menyusuri sungai Bantanan, dan menetap di Tabing Daya (17 Km dari Sekura sekarang), kemudian menyebar lagi di Kuta Lama (dekat pasar Galing sekarang). Dari Kuta Lama, ada dua kelompok kecil yang memisahkan diri lagi dengan menyusuri Sungai Enau dan menetap di Jaranang (desa Sungai Enau sekarang). Sebuah kelompok lagi terus menyusuri sungai ke hulu dna menetap di Bapantang Batu Itapm (Batu Itapm sekarang). Di Batu Itapm inilah mereka lama menetap bahkan sampai sekarang. Generasi dari Batu Itapm ini kemudian menyebar sampai kedaerah distrik Lundu Malaysia. Di Malaysia sekarang mereka menempati 24 kampung dengan populasi 9.558 jiwa, antara lain kampong Rukapm, Biawak, Paon, dan lain-lain.
Kelompok lain yang bermigrasi dengan menyusuri hulu sungai selakau melalui sungai sangokng dan menetap dibeberapa kampong yang terebar di kawasan Kota Singkawang sekarang ini. Selanjutnya, ada yang terus mudik dan naik di Timawakng Abo’ dan pindah ke Puaje (jembatan dekat simpang Monterado). Mereka ini kemudian mengembangkan bahasa yang dikenal sebagai bahasa ba damea/ba dameo.
Dari Sarinakng, sekelompok besar menyusuri hulu sungai selakau hingga di daerah Lao, daerah Serukam sekarang ini. Dari Lao, sekelompok kecil lagi bermigrasi ke daerah Sawak dan Gajekng serta Pakana dan sekitarnya. Mereka inilah yang kemudian mengembangan orang Dayak yang berbahasa Baahe dan Banana’.
Sebagaimana di tempat asalnya, Sarinakng, Tabing Daya, Batu Itapm, Kuta Lama, Jaranang, yang telah memeluk Islam, orang-orang di Pakana ini juga telah memeluk Islam. Penelitian Owat (2005) di Pakana, menyatakan bahwa pada masa lalu, Pakana merupakan pusat penyebaran Islam ditanah Dayak. Bukti-bukti ada infiltrasi Islam ditempat ini masih nyata. Dari Pakana, orang-orang yang tidak mau memeluk Islam bermigrasi lagi, menyusuri Sungai Mempawah hingga ke Karangan, Menjalin, Takong, Toho dan Sangkikng.
Di tinjau dari bahasa yang dikembangkannya, ada tujuh kelompok sub suku Dayak di daerah ini: (1) Baahe logat Karimawatn Sakayu (Dayak Mampawah), (2) Baahe logat Sangah (Dayak Bukit), (3) Bajare (Dayak Gado), (4) Banana’, Banyadu’(Dayak Banyuke), (5) Balangin, Bampape (Dayak Landak), (6) Badamea/Badameo (Dayak Salako) dan (7) Bakati (Dayak Rara dan Dayak Bakati;) (lihat Atok;2008;8)
Dalam analisisnya, Atok menjelaskan bahwa (1 dan 2) bisa berkomunikasi dengan baik karena 90% perbendaharaan bahasanya relative sama, walaupun ada perbedaan fonemiknya (bunyi bahasanya). (1 dan 3) bisa berkomunikasi dengan mencampur bahasa masing-masing tapi saling mengerti apa yang dimaksud. (1,2, dan 4) sebagian besar bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Baahe kedua logat yang ada. (5 dan 6) bisa berkomunikasi karena masih cukup banyak perbendaharaan kata yang sama dan umumnya komunikasi dengan lancar dengan bahasa Badameo. Sedangkan (1,2,3,4,5,6, dan 7) bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa campuran Baahe-Badameo-Bajare.
Kondisi inilah yang menurut Atok dapat menjelaskan bahwa rumpun subsuku ini berasal dari moyang yang sama, bangsa Austronesia di daerah Sarinakng. Saat ini mereka mengidentifikasi diri kedalam 3 kelompok yaitu Dayak Kanayatn, Dayak Salako dan Dayak Banyadu’/Bakati’. Untuk mempertegas kelompok ini dapat dilihat dari penyelenggaraan adat pesta padi, orang Kanayatn dan orang Salako menyelenggarakan Naik Dango sedangkan orang Bakati’/Banyadu’ menyelenggarakan Maka’dio. Kedua acara adat ini sesungguhnya memiliki prosesi, makna dan nilai-nilai religius yang sama. Penyebutan yang banyak ini menurut penulis karena pada masa lalu komunikasi belum berjalan baik.