Tampilkan postingan dengan label Dayak Kanayatn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dayak Kanayatn. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Januari 2015

Penyajian Musik Dayak Kanayatn

Istilah penyajian dalam sebuah pertunjukan dapat berarti atraksi maupun adegan yang dikemas menjadi salah satu peristiwa kesenian, seperti bagaimana sebuah musik disajikan dan bagaimana pementasannya.
Aspek ini merupakan sarana untuk mempermudah mengetahui konsep nilai, penggunaan, fungsi dan hubungannya dengan aspek lain, sehingga dapat dilihat dan dipelajari ciri-ciri musik tersebut sebagai sebuah pertunjukan.



Suatu sajian musik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sajian ritual dan sajian hiburan. Sajian ritual cenderung terkait dengan upacara dan berhubungan dengan hal-hal gaib, seperti makhluk halus, roh leluhur, dewa, dan Tuhan. Penyajian musik ini secara spesifik biasanya berhubungan dengan agama atau kepercayaan. Sajian musik hiburan tujuan hanya untuk menghibur dan tidak terkait dengan unsur ritual.



Tujuan

Secara mendasar tujuan penggunaan musik dalam ritual Baliatn adalah untuk mendukung ritual tersebut, sekaligus sebagai bagian penting upacara. Ritual Baliatn adalah ritual perdukunan masyarakat Dayak yang dianggap sakral dan dapat menghubungkan manusia dengan segala kekuatan di jagad raya ini, termasuk pula hubungan manusia dengan Tuhan. Pelaksanaannya senantiasa disertai musik sebagai bagian upacara. Disamping itu ritual Baliatn dapat dikatakan sebagai wadah perilaku religius yang sarat dengan kekuatan gaib. Ia tidak mengandung arti apa-apa bila tidak disertai tindakan dan peralatan yang bersifat sakral dan religius. Tindakan itu dapat berupa mantra, tarian, dan laku persembahan, sedangkan peratan sakral itu dapat berupa sesaji, kostum, jimat, dan instrumen, dan musik yang digunakan dalam upacara. Tanpa dua pendukung upacara itu, sebuah upacara hanya bersifat profan (keduniawian) seperti upacara kenegaraan dan lain sebagainya. 
Tujuan suatu ritual pada dasarnya untuk mengadakan hubungan religius dengan penguasa atau kekuatan gaib.
Jenis-jenis ritual itu dapat berupa pengobatan, perdamaian dengan makhluk halus karena diganggu, perbaikan tingkat kehidupan, keselamatan, ungkapan syukur, peringatan daur kehidupan, dan lain sebagainya.
Pada tahapan ini musik berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan sesuatu yang gaib. Adapun beberapa ritual Baliatn dilihat dari niat dan tujuan pelaksanaan upacara adalah sebagai berikut (Regina, Tesis. 1997: 58-59).
Waktu terkait erat dengan sistem upacara, karena antara waktu penggunaan musik dengan upacara biasanya menjadi satu kesatuan yang saling mendukung penempatannya masing-masing. Penggunaan musik Dayak Kanayatn dalam ritual Baliatn disesuaikan dengan waktu pelaksanaan upacara yang biasanya dilaksanakan malam hari. Hal ini karena waktu tersebut dipercaya masyarakat setempat sebagai masa makhluk halus berkeliaran, sehingga mudah dipanggil untuk diberi makan.



Tempat

Penyajian musik dalam upacara Baliatn Nyande bertempat di ruangan tengah yang agak luas. Hal ini dilakukan agar pelaku upacara dapat bergerak dengan leluasa, terutama agar pamaliatn dapat menari dengan bebas. Posisi pemain musik berdekatan dengan tempat pamaliatn menari agar dapat melihat langsung tari yang diiringi. Disamping itu tempat sengaja dipilih berdekatan dengan pamaliatn untuk mengetahui jalannya upacara.
Pemain musik biasanya terdiri dari empat orang, yaitu dua orang pemain Dau (We’nya dan Naknya), satu orang pemain Gadobokng, dan satu orang penabuh Agukng yang rata-rata suadah tua. Sesungguhnya tidak ada kekhususan untuk memainkan musik tersebut, artinya musik itu boleh dimainkan siapa saja, tua, muda, laki-laki atau perempuan dengan syarat si pemain mengetahui cara bermain dan mengikuti peraturan adat sebelum disajikan dalam upacara.



Instrumen

Semua perlengkapan dan tingkah laku dalam upacara, seperti menyanyikan atau membacakan mantra, menari, memainkan musik, termasuk sesaji dan properti yang dikenakan pamaliatn dipercaya mempunyai kekuatan gaib. Kekuatan itu dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari gangguan makhluk halus dan dipercaya oleh masyarakat setempat dapat mendatangkan roh halus yang ia panggil. Hal ini karena kekuatan gaib tersebut tidak hanya terdapat atau bersemayam dalam perilaku upacara saja, namun melekat pula pada semua bahan atau properti yang digunakan dalam upacara. Begitu juga dengan alat musik dan musik yang dimainkan, karena antara instrumen, jimat, dan properti lainnya dalam suatu upacara ritual merupakan satu kesatuan sakral yang penggunaannya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Baliatn Daniang, merupakan Baliatn paling tua. Dukun dalam upacara ini percaya bahwa kemampuan mereka didapat langsung dari Jubata, oleh karena itu mereka mampu menyembuhkan penyakit yang sangat parah.

Baliatn Nyande, dukun dalam upacara ini mendapatkan kemampuan pengobatan dengan dipelajari langsung dari Kamang Bukit (roh halus yang bersifat baik dan menolong manusia). Dukun Baliatn Nyande dapat menyembuhkan penyakit melalui pembedahan lalu mengambil penyakitnya, kemudian ditutup kembali tanpa meninggalkan bekas.

Baliatn Bantal, Dukun dalam upacara ini menggunakan bantuan makhluk halus yang disebut Kamang Babah (roh halus yang bersifat baik dari dunia bawah). Pamaliatn pada ritual ini khusus untuk mengobati penyakit dari roh halus yang marah karena merasa terganggu atau karena tidak diperhatikan lagi (dikasih sesaji).

Baliatn Ngamukit, Dukun Baliatn ini memiliki kemampuan yang didapat dari Kamang Talaga (roh halus yang menempati Bukit Talaga). Dukun Baliatn ini dipercaya dapat menyembuhkan penyakit borok dan gatal-gatal.
Baliatn Kanayatn, Dukun Baliatn ini menggunakan bantuan dari Kamang Laut (roh halus yang menempati sungai dan laut) dan biasanya mengobati penyakit dalam, seperti panas dalam dan lain-lain.

Berikut adalah jenis ritual pengobatan Baliatn (Ibid.:59 – 60).
Baliatn Barobat (untuk pengobatan penyakit)
Baliatn Baniat (membayar niat setelah terkabulnya sebuah hajat akan hidup yang lebih baik)
Baliatn batama’ Bohol (dilakukan untuk mendapat keturunan dan menolong orang melahirkan)
Baliatn Tano’ (untuk keselamatan dan kesehatan bayi)
Baliatn Narakng (untuk keselamatan manusia, rumah kampung, dan negeri)
Baliatn Muang sangar (untuk penebusan dosa atau kesalahan)
Baliatn Ngangkat Paridup (untuk keluar dari kehidupan yang susah menuju hidup yang lebih baik)

Waktu
Ada juga yang mengadakan ritual baliatn di halaman atau lapangan luas, karena biasanya ketika ritual ini dilaksanakan, maka banyak orang yang datang untuk melihat ritual tersebut. Pemain Musik Pemain musik adalah orang yang terlibat langsung dalam sebuah pertunjukan musik.  Ia merupakan seorang penyaji atau seniman yang mempresentasikan karyanya untuk tujuan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan musik Dayak Kanayatn biasanya berorientasi pada nilai-nilai estetis yang dapat menyentuh penikmatnya. Penyajian ini dilalui dengan berbagai proses dari pencarian dan pengembangan ide, penuangan teknik, kemudian menyajikannya dalam sebuah upacara.

Penyajian ini berhubungan langsung dengan teknik dan gaya penampilan presentasi musikal, karena sebuah presentasi mencakup konsep, ide musikal, bentuk, dan teknik penyajian tertentu sebagai bagian daya tarik penampilan sebuah musik. Disamping itu pemain musik bukan sekedar memainkan musik apa adanya, melainkan ada beberapa hal yang harus ia ketahui dan harus dijalani (laku ritual) sebelum upacara, sampai kepada penampilannya saat upacara berlangsung.

Rabu, 31 Desember 2014

Karya Yang Menjadi Ciri Khas

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau. Terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30 kelompok kepulauan kecil. Termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Di dalamnya ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yang pertama ada pulau Kalimantan, kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 km², kemudian pulau Sumatera  dengan luas 473.606 km² dan ketiga pulau Papua yang luasnya 421.981 km². dll
Dari masing-masing pulau tersebut ditinggali oleh beragam suku bangsa dengan budaya yang beragam juga pastinya. Misalnya, di kalimantan ada suku dayak, melayu, tionghoa dll. Begitu juga dengan pulau-pulau lainnya. Semakin banyak manusia yang mendiami suatu pulau tersebut maka akan semakin banyak pula ciri khas budaya yang membedakannya dengan suku lain.
Pada postingan kali ini, kita akan membahas beberapa kerajinan tangan suku dayak yang ada dikalimantan Barat. Dibawah ini adalah beberapa contoh kerajinan tangan yang menjadi ciri khas budaya dayak yang ada di Kalimantan Barat.

Tenun
Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, diantaranya:
Tenun Daerah Sambas
Tenun Belitang (Dayak Mualang / Ibanik) daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
Tenun Ensaid Panjang (Dayak Desa / Ibanik) Kabupaten Sintang
Tenun Kapuas Hulu (Iban dan Kantuk / Kelompok Ibanik)

Kerajinan Anyam Manik
Anyam Manik kelompok Dayak Banuaka Group:
Anyam baju adat Dayak Taman, Tamambaloh, Peniung, Kalis (Baju Manik dan Baju Burik)
Kerajinan Anyam Rotan atau bambu
Bakul, keranjang, ambinan, dsb. tersebar di pontianak, sekadau, sintang, kapuas hulu.

Kerajinan Tangan
Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang.
Bidai (bahasa Ibanik) atau bide (bahasa Kanayatn Group) tersebar hampir disebagian suku Dayak baik di Indonesia maupun di Serawak, bidai merupakan tikar tradisional Dayak, terdapat di Bengkayang, Sekadau, Kapuas Hulu, Serawak ( pada komunitas Dayak Iban)
Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.

Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum

Minggu, 28 Desember 2014

Dayak Kanayatn

Istilah Dayak Kanayatn secara jelas hanya tergambar dari tulisan Pastor Donatus Dunselman OFM. Cap pada tahun 1949 dengan judul “Bijdrage Tot De Kennis Van Detaal En Adat Der Kendajan-Dajaks van West Kalimantan“.
Secara sistematis, sosialisasi identitas “politik” ini mewarnai sejarah Kalimantan barat dengan aktor utama para politisi, akademisi dan praktisi LSM. Ada dua periode kemunculan identitas ini, yang memiliki argumentasi tersendiri. Periode pertama di wakili oleh adopsi dari hasil penelitian Pastor Donatus Dunselman.
Periode ini berjalan kira-kira sejak tahun 1980-2000. Dan periode lainnya hanya sebuah periode kritikal identitas yang ditandai dengan upaya untuk mengembalikan identitas Dayak Kanayatn kepada mereka yakni Dayak yang berbahasa ba nyadu’ dan ba kati’.

Periode pertama sebagaimana tulisan Pastor Donatus mungkin dengan cepat menyebar dikalangan misionaris Katolik diberbagai kawasan. Sosialisasi identitas baru ini menjadi lebih tersalurkan dengan dukungan dari petugas-petugas paroki, yang setiap minggu berkunjung ke kampung-kampung Dayak. Hasilnya, identifikasi sebagai Dayak Kanayatn muncul dikalangan Dayak yang sebelumnya belum begitu mengenal identitas ini.

Identitas baru ini kemudian anggap sebagai sebuah kekuatan yang hebat dalam hal populasi. Ini penting untuk proyeksi kekuatan politik. Dalam politik, besaran populasi dan persatuan para elit Dayak di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak ketika itu menjadi sangat penting sebagai bagian dari strategi politik yang dikembangkan pemerintah Indonesia untuk mengkooptasi dan sekaligus merangkul kekuatan politik Dayak.

Menurut statistic tahun 1980, populasi orang-orang Dayak yang berbahasa ba ahe, ba nana’, ba inyam, ba nyadu’, ba kati’, ba dameo, ba langin cukup besar. Mereka hampir menguasai 20% dari seluruh populasi Dayak di Kalbar, dengan penyebaran yang dominan di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak. Karena itu, pada saat itu kelompok etnik ini merupakan pemilih potensial untuk memenangkan Golkar, sebuah partai pendukung pemerintah.

Oevaang Oeray
Bubarnya Partai Persatuan Dayak (PD) pada tahun 1960, memaksa serangkaian perpecahan dikalangan internal politisi Dayak Kalbar. Mempersiapkan diri menyongsong Pemilu 1971, bekas pengurus PD memisahkan diri. Kelompok pertama menyatakan bergabung di Partindo. Kelompok ini dimotori oleh J.C.Oevaang Oeray, Gubernur Kalbar. Beberapa aktivis politik lainnya menyatakan bergabung di Partai Katolik, kelompok ini dipimpin oleh F.C. Palaoensoeka, anggota DPR RI.
Namun perpecahan ini menjadi kentara ketika, perubahan politik nasional berlangsung sedemikian cepat.
Di masa pemerintahan Golkar, pemenang Pemilu 1971, partai-partai politik berupaya di sederhanakan. Partai Katolik dan beberapa partai nasionalis lainnya berfusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan beberapa partai Islam berfusi kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebagai partai pemerintah, Golkar mengkonsolidasikan tiga elemen penting; ABRI, Birokrat dan Golkar (ABG).
Membaca kencendrungan politik kelompok etnis Dayak yang beragam di Kalbar, ada enam kelompok sub-etnik Dayak yang menarik perhatian Golkar. Dengan beragam cara, elit Golkar meminta para elit-elit Dayak agar bergabung ke dalam Golkar untuk ‘mewakili’ masyarakat Dayak. Beberapa ‘Dayak Golkar’ ini diberikan tempat dalam berbagai upacara-upacara kenegaraan, dan daerah. Beberapa diantaranya menduduki posisi dalam bidang pemerintahan, namun tidak ada lebih dari pada pemerintah kecamatan.

Bagi rezim yang memerintah, tentu saja elit-elit Dayak ini berfungsi untuk mengamankan suara Golkar dalam pemilu yang telah diatur. Mengingat kemenangan Golkar telah ditetapkan sebelumnya, jumlah perbedaan suaranya dapat dipertanyakan. Pada pemilu 1977, J.C. Oevaang Oeray berkampanye untuk Golkar. Kemudian, Oeray diberikan jabatan anggota DPR RI di Jakarta. Pada pemilu 1977, Oeray dan Aloysius Aloi ditunjuk sebagai anggota DPR; G.P Djaoeng dan Moses Nyawath duduk di DPRD I; Rahmad Sahudin di Kabupaten Pontianak. dan Willem Amat duduk di DPRD II Sangga.

Kemenangan Golkar di kelompok pemilih Dayak memunculkan keinginan kuat untuk melembagakan orang-orang Dayak untuk bergabung di Golkar, sebagaimana kebiasaan Golkar yang membentuk organisasi-organisasi sayap partai.
Di dorong keberhasilan mobilisasi Dayak dengan menggunakan “adat” sebagai bumper pemersatu pada peristiwa demonstrasi Cina tahun 1967 diseluruh wilayah Kabupaten Pontianak, adat dibidik Golkar sebagai prioritas. Lembaga-lembaga adat yang tersebar di level kewilayahan local berusaha di strukturisasi.

Keinginan ini ditangkap dengan cerdas oleh seorang Temenggung di Pahauman, Kabupaten Pontianak. Harapannya, para politisi Dayak dari Golkar menggunakan istilah ‘Kanayatn atau ‘Kendayan’ untuk mengumpulkan suara orang Banana’-Ahe dan varian sejenisnya yang mayoritas, khususnya di Kabupaten Pontianak kala itu.
Tangan dingin F. Bahaudin Kay, Temenggung Binua Temila Ilir I Pahauman mewujudkan ambisi itu. Kay dengan cekatan melaksanakan musyawarah adat se-Kecamatan Sengah Temila pada tanggal 23-24 Mei 1978 di Gedung Serba Guna Pahauman. Meski sebagian biaya musyawarah ini didukung Golkar, menurut Kay, biaya musyawarah tersebut juga ditanggung oleh masyarakat adat yang dimobilisasi oleh pengurus adat disetiap tingkatan, mulai dari Timanggong, Pasirah dan Paraga. Oleh Kay, seluruh kepala keluarga diwajibkan mengumpulkan sumbangan satu kaleng beras biasa dan satu kaleng beras ketan serta mengumpulkan dana sebanyak Rp.100/ KK.

Simbol tersebut terdiri dari gantang dan pamipis dalam lingkaran segi lima dan dasarnya terdiri dari sebuah balok, jika sahabat blogger pernah berwisata  ke pulau borneo, akan sangat mudah untuk mengetahui bagaimana bentuk simbol yang dimaksud diatas, kemudia pada simbol tersebut terdapat tulisan motto adat.
Motto: “Adil Ka'Talino. BacuraminKa' Saruga. Basengat Ka' Jubata”.

Sabtu, 20 Desember 2014

Alat Musik Tradisional dan Senjata Tradisonal

Agukng atau gong, Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.
Tawaq (sejenis Kempul) merupakan alat musik untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak secara umum. Bahasa Dayak Uut Danum menyebutnya Kotavak.
Sapek merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya Konyahpik (bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek. Balikan/Kurating merupakan alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak Ibanik, Dayak Banuaka".
Kangkuang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka Kapuas Hulu. Keledik/Kedire merupakan alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan dengan cara ditiup dan dihisap, terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek. Entebong merupakan alat musik Pukul sejenis Gendang yang banyak terdapat di kelompok Dayak Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.
Rabab atau Rebab, yaitu alat musik gesek, terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong, yaitu alat musik tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah tanaman liar di hutan seperti pohon enau. Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat dari kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus satu set.
Terah Umat (pada Dayak Uut Danum) merupakan alat musik ketuk seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka di sebut Terah Umat.
Mandau (Ahpang: sebutan Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang memiliki keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Pada suku Dayak Uut Danum hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir, sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.
Keris, Tumbak, Sumpit (Sohpot: sebutan Uut Danum), Senapang Lantak (senjata Tradisional), Duhung (Uut Danum), Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam (Uut Danum) Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu (Uut Danum), Mandau ( sejenis pedang namun berukir pada besi dan ganggang, bilah besiberbentuk cembung sebelah, Nyabor ( sejenis mandau namun melentik keatas bilah besinya memiliki ketajaman yang sama).

Tarian Tradisional

Tari Monong
Tari Monong / Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau dimasa lalunya sebagai tarian upacara dan pada masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur pada masa lalu yang berkaitan erat dengan ritualisme legitimasi kelulusan beladiri tradisional Dayak Mualang (Ibanik Group).
Tari Pedang / Ajat Pedang merupakan tarian tunggal terdapat pada Dayak Mualang, tarian ini menceritakan persiapan membela diri bagi seorang pemuda yang akan turun melakukan ekspedisi Mengayau. penari melakukan gerakan-gerakan menyerang dan menangkis menggunakan keahlian tradisionalnya. tarian ini masa lalunya dimulai dengan ritual memuja pedang ( Nyabor bahasa Mualang) dan tarian ini diiringi dengan instrumen musik disebut Tebah Unop. tersebar di kampung Merbang dan sekitarnya kecamatan Belitang Hilir dan belitang hulu kampung sebetung.

Tari Mandau
Tari Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu Raya (Ambawakng), Mempawah ( Toho, Manyalitn), Landak ( Sahapm) yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya diajak untuk menari bersama.
Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik tradisional masyarakat Dayak Kabupaten Sanggau Kapuas, kadang kala kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya. kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.

Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang prima akan cepat kelelahan.
Tari Zapin pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat, Zapin merupakan tarian Masyarakat Melayu Nusantara diadofsi dari timur tengah yaitu Hadramaut, selanjutnya menyebar ke Riau seterusnya ke Kalbar. Merupakan suatu tari pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.

Sabtu, 01 November 2014

Pantak

Pantak Di Kalimantan Barat, Dayak Kanayatn sudah sangat terkenal, baik maupun buruk. Baiknya, kelompok suku ini dikenal sebagai adaftor yang ulung termasuk negosiator dan tidak baik, suku ini dikenal sebagai aggressor bagi suku-suku bangsa lainnya. Disebut adaftor, karena suku ini tinggal disebuah kawasan “bumper”, kawasan pembatas antara pesisir yang dikenal sebagai teritori Melayu-Islam dan kawasan pedalaman yang dikenal sebagai teritori Dayak-Kristen. Sedangkan di sebut aggressor, karena suku ini termasuk suku “pengembara”, yang menjelajah diseluruh bagian provinsi ini. Selain itu, dari sejarah konflik antar etnik di Kalbar, kelompok suku ini terlibat secara dominan dan langsung.
Berbeda dengan saudara-saudaranya di kawasan timur-barat, tidak ada ciri khas kebudayaan yang amat menonjol dari suku ini. Dalam batas tertentu, peradaban suku ini tergolong rendah dibandingkan dengan suku-suku Dayak lainnya. Yang paling menonjol, misalnya; dari persenjataan perang, suku ini tidak mengenal Mandau, mereka menggunakan “tangkitn”, yang tidak menggunakan sarung. Memakainya cukup di tenteng dengan cara di panggung. Tangkitn ini tidak ada hulu, hanya dililit dengan kain merah dan putih, yang dikenal sebagai tangkulas. Suku ini juga tidak mengenal perisai atau gunapm sebagai pasangan dari Mandau, sebagaimana suku Dayak lainnya. Factor kesamaan hanya terlihat pada rumah tinggal, menurut informan saya, nenek moyang mereka memang pernah tinggal dirumah panjang, yang dikenal sebagai rentetn.
Menurut beberapa sumber, kelompok suku ini merupakan bagian terbesar dari seluruh kelompok etnik Dayak di Kalimantan, dengan menyumbang sekitar 600.000 jiwa, yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Informan saya menyebutkan angka ini relative pasti, karena faktanya ada dua kabupaten di Kalimantan Barat yang hamper 90% penduduknya di kategorikan sebagai Dayak Kanayatn, yakni Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak. Kedua kabupaten ini, sebelum pemekaran tahun 1999 merupakan bagian dari Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak.