Sabtu, 01 November 2014

CERITA RAKYAT KALIMANTAN BARAT

Asal Muasal Ketapang

Pada jaman dahulu terdapat sebuah pohon ketapang raksasa yang tumbuh sangat subur daerah Kota Ketapang, saking besar dan rimbunya pohon tersebut menutupi kota ketapang dari terpaan sinar matahari, sehingga penduduk setempat sangat kesulitan untuk menjemur padi hasil ladang mereka....sampai-sampai menurut cerita masyarakat jaman dahulu harus menjemur padi mereka sampai ke daerah padang tikar..... Dulu kota ketapang adalah adalah suat daerah yang sangat aneh. seluruh daerahnya ditutupi oleh pohon ketapang yang sangat besar, hingga daerah tersebut hampir tidak ada cahaya matahari. namun semakin berkembangnya jaman maka rakyat berusaha menyingkirkan pohon Ketapang raksasa tersebut (menebang) sehingga disepakatilah pohon tersebut harus ditebang. Selanjutnya setelah di tebang pohon tersebut tumbang. Dengan berbagai cara yang pada akhirnya bekas tumbangnya pohon tersebut lama-kelamaan terbentuklah sebuah sungai dimana bekas pohon induk membentuk sungai induk (sungai pawan) dan ranting-rantingnya membentuk anak-anak sungai kecil, setelah itu barulah masyarakat dapat melihat sinar matahari langsung di Kota Ketapang. Kota Ketapang juga terkenal akan ale-ale, yakni sebangsa hewan laut yang menyerupai kerang yang hanya ada di ketapang, menrut cerita masyarakat ketapang ale-ale adalah buah pohon ketapang tersebut yang jatuh ke sungai pawan yang mengelilingi ketapang. dimana sekarang hewan tersebut dijadikan simbol kota ketapang oleh masyarakat luar..sehingga masyarakat luar menyebut ketapang dengan kota ale-ale....(wallahu 'alam) hewan tersebut dahulu dijadikan simbol pada bundaran jembatan pawan I, namun sekarang telah di renopasi dan ale-ale besar yang ada pada bundaran telah d buang.

Batu Menangis

Bagaikan bulan yang elok, tubuh laksana pualam, rumput terurai seperti mayang, itulah umpama yang pantas untuk gadis cantik yang tinggal bersama ibunya yang sederhana di sebuah desa terpencil itu. Semua orang akan mengakuinya saat memandang gadis itu. Tak henti-hentinya ia merias dirinya. Cermin di dinding rumahnya tak jemu meski gadis nan elok itu terus memandanginya. Namun mereka terbius kecantikan itulah si gadis ini jadi angkuh dan malas. Ia tak sadar bahwa keelokan yang dikaruniakan Tuhan itu adalah berkah yang harus disyukuri dengan kerendahan hati. Ibu gadis ini adalah ibu yang lembut, baik hati dan bijak. Ia dengan sabar menemani gadis ini. Ia hanya berharap suatu ketika anak gadisnya menyadari betapa keelokan parasnya tak ada guna apabila hatinya angkuh. Makin sedih juga sang ibu melihat anaknya yang cantik itu juga pemalas, dan kemauannya harus selalu dituruti meskipun kadang tidak masuk akal. Tetapi sang ibu terus berusaha menuruti apa yang dikehendaki anak gadisnya itu. Di dalam harinya ia berdoa, semoga Tuhan menolong dia menyadarkan anak gadisnya itu. Ibu itu tak punya daya untuk mengubahnya. Suatu hari, seperti biasa gadis itu mengurung dirinya di dalam kamarnya. Ia tak mau matahari merusak kulitnya. Ia enggan debu-debu mengotori wajahnya. Ia tak suka orang-orang mencuri kemolekannya. “Ibu…!” Gadis itu memanggil ibunya dengan suara keras. Sang ibu tergopoh menghampiri putrinya. “Bukankah sudah berulang kali aku bilang bahwa setiap aku bangun ibu harus sudah menata kamar ini hingga rapi, menyediakan lulur dan air hangat, dan membuatkan minuman sari buah untukku…?” katanya keras dan marah. Ibunya berusaha sabar, “Bukankah kamu sudah dewasa, anakku. Kau bisa mengerjakan sendiri semua itu.” “Ibu tahu sendiri, aku sedang sibuk,” jawab gadis itu. Sang ibu hanya mengelus dada. Hatinya gelisah. Kesibukan mempercantik diri, hanya itulah yang selalu dilakukan putrinya yang pemalas itu. Suatu hari, sang ibu mencoba untuk membujuk anaknya agar mulai mengubah tabiat buruknya. “Ibu sudah tua, dan jika ibu dipanggil oleh Tuhan maka Ibu tak khawatir lagi engkau bisa mengurusi dirimu sendiri,” kata ibunya. “Aku tidak minta kamu jadi ibuku,” ketus sang gadis. Ibu sungguh sedih mendengarnya. “Baiklah, Anakku. Ibu hanya memohon agar kamu tidak mengurung diri di rumah. Kenalilah lingkunganmu agar ibu tenang jika suatu saat dipanggil Tuhan,” ujar itu dengan penuh kesabaran. Hari makin berlalu. Akhirnya sang gadis mau menuruti kehendak ibunya. Ia tidak keberatan untuk ke mana pun bersama ibunya. Ke kepta, ke toko, ke rumah kerabat bahkan hingga belanja ke pasar. Tapi anaknya ini mengajukan syarat bahwa ibunya tak diperbolehkan mengakui di depan umum bahwa ia ibunya. Sebagai seorang ibu tentulah hatinya teriris mendengar itu. “Oh Tuhan, mengapa untuk mengakui aku ibunya saja dia demikian malu? Mengapa anakku seangkuh itu, ya Tuhan…” Orang-orang benar-benar tak percaya kedua perempuan itu adalah ibu dan anaknya. Penampilan keduanya alangkah berlawanan. Si putri begitu mewah, sementara sang ibu teramat bersahaja. Bahkan sang ibu yang tua dengan pakaian yang kusam itu bagaikan seorang pembantu saja layaknya. Apalagi sang putri tak pernah mengizinkan berada di dekatnya. Jika berjalan, sang ibu harus berada di belakangnya. “Apakah mungkin dia ibunya?” “Ah mungkin saja bukan?” “Tapi…” Orang-orang berbisik-bisik mempergunjingkan hal itu setiap bebrtemu keduanya. “Bukan! Dia budakku,” kata gadis itu. Alangkah terlukanya sang ibu mendengar itu. Hatinya menangis dan ia benar-benar tak berdaya menahan sakit hatinya. Ia berbisik dan memohon kepada Tuhan. “dengan cara apa Engkau menghukum anak yang sombong dan berhati busuk seperti ini ya Tuhan? Jika dia anak kecil, hambamu pasti mampu memahaminya. Tapi ia sudah dewasa dan memiliki akal. Sungguh hamba tidak bis amengerti,” rintihnya. Tuhan selalu mendengar jeritan hati hambanya. Apapun yang dikehendaki Tuhan pastilah suatu kebaikan. Maka ketika ia menghukum gadis yang sombong itu, maka Tuhan pasti berkehendak baik untuk umatnya. Suatu haru gadis itu tiba-tiba berubah menjadi batu karena hatinya yang congkak dank eras. Gadis itu menyadari kesalahannya, tapi terlambat karena hukuman telah menimpanya. Ia pun hanya bisa menangis. Hingga sekarang, batu itu dikenal sebagai “Batu Menangis”.

Asal Usul Sungai Landak

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang petani dan istrinya di sebuah desa di pinggir hutan. Mereka hidup sederhana dan mereka ingin membantu orang lain, terutama yang berada dalam kesusahan. Suatu malam, petani dan istrinya sedang beristirahat di rumah mereka. Petani itu duduk di samping istrinya yang sedang tertidur. Tiba-tiba, datanglah kelabang putih dari kepala istrinya. Petani itu terkejut. Dia kemudian mengikuti kelabang itu hingga mencapai kolam kecil yang tidak jauh dari rumah mereka. Kelabang itu tiba-tiba menghilang. Petani pulang dan menemukan isterinya masih tidur nyenyak. Di pagi hari, sang isteri bercerita kepada suaminya tentang mimpi dia tadi malam. “Saya berjalan melalui lapangan yang luas, dan saya datang ke danau. Saya melihat landak raksasa di danau. Ia marah pada saya, jadi saya berlari keluar. “Setelah dia mendengar cerita mimpi isterinya, petani itu kembali ke kolam kecil. Di kolam, dia melihat sesuatu yang sangat mengkilap. Dia datang ke barang yang mengkilap itu dan mengambil nya. Ternyata itu adalah sebuah patung landak emas. Bentuknya sangat indah. Matanya dibuat dari berlian. Petani kemudian membawa patung itu ke dalam rumahnya. Pada malam hari, sang petani pun bermimpi. Seekor landak raksasa datang kepadanya dan berkata, “Izinkanlah aku tinggal di rumah mu. Sebagai gantinya, aku akan memberikan semua yang engkau inginkan. Patung itu hanya cukup dibelai kepalanya lalu mengucapkan mantra. Ada dua jenis mantra, yang pertama untuk memulai dan yang kedua adalah untuk menghentikan apa yang engkau inginkan. Sekarang hafalkanlah mantra ini. “ Pada hari berikutnya, sang petani bercerita kepada istrinya tentang mimpinya. Mereka benar-benar ingin membuktikan itu. Petani perlahan mengusap kepala patung landak itu. Ia mengucapkan mantra pertama lalu katanya, “aku minta beras”. Tiba-tiba, beras itu datang dari mulut patung itu. Beras terus menerus keluar dari mulut nya. Petani pun segera membaca mantra kedua untuk menghentikannya. Beras kemudian berhenti keluar dari patung. Petani dan istrinya kemudian mencobanya untuk hal-hal lain, mereka meminta perhiasan dan hal-hal lain yang mereka butuhkan. Mereka menjadi sangat kaya. Tapi mereka tetap ingin membantu orang lain. Banyak miskin datang kepada mereka untuk dibantu. Sayangnya, ada seorang pencuri yang menemukan tentang rahasia dari emas patung landak itu. Ia berpura-pura sebagai orang miskin untuk meminta bantuan, tetapi kemudian dia mencuri patung itu dari rumah petani. Sang pencuri kabur ke wilayah kecamatan Ngabang. Terjadilah ketika itu kekeringan di daerah tersebut. Karena sang pencuri ingin mendapat simpati dari masyarakat, maka ia berkata kepada mereka bahwa ia akan memberi mereka air. Pencuri itu kemudian mengusap kepala patung landak itu dan mengucapkan mantra pertama. Air pun keluar dari mulut patung. Semua orang sangat senang. Tetapi air terus menerus keluar. Sang pencuri rupanya tidak mengetahui mantra kedua untuk menghentikan apa yang diinginkannya. Orang-orang yang melihat kejadian itu benar-benar menjadi takut. Mereka berlari keluar untuk menghindari air tampaknya air itu mulai menjadi banjir yang sangat besar. Sang pencuri juga ingin melarikan diri, tetapi ia tidak dapat memindahkan kakinya. Dalam penglihatannya, ada satu landak raksasa sedang memegang kedua kakinya. Air yang berasal dari patung itu terus mengalir dan perlahan-lahan akhirnya menjadi sebuah sungai. Sang pencuri pun akhirnya tenggelam di sungai itu. Hingga kini, orang-orang menamai sungai itu dengan nama Sungai Landak .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar