Minggu, 28 Desember 2014

Hilangnya Rajah (Tatto) Tubuh Dayak Ngaju

Zaman dahulu sebelum terjadinya Perjanjian Tumbang Anoi (perkiraan waktu terjadinya Rajah Tubuh mulai tidak digunakan) sebut saja masa Peralihan, bagi suku ngaju memiliki Rajah adalah hal yang biasa karena harusskan atau diwajibkan bagi anak tertua laki-laki memiliki Rajah tubuh, dilakukannya hal tersebut sebagai bentuk untuk membuktikan kepada masyarakat sekitar bahwa mereka telah memenuhi hajat mamuei (janji/sumpah) yang di berikan orang tua kampung (biasanya dalam betuk harus mendapatkan kepala sebanyak yang telah di tentukan dan waktu yang telah di tentukan juga), apabila tidak dapat memenuhi hajat mamuei tersebut maka sang anak tidak dapat kembali ke kampung asalnya.

Rapat Damai Tumbang Anoi

Jika di lihat dari para tetua yang menjadi generasi atau berkelahiran tahun 80-an ke-atas akan sangat jelas terlihat bekas rajah pada kulit mereka, sebab pada masa itulah masa “Peralihan” itu terjadi, dan apabila masih ada generasi berikutnya yang memiliki Rajah tersebut dapat menyebabkan Hukum Adat yang telah di sepakati bersama seluruh Kalimantan (Borneo), maka jenis dan cara mangayau mulai berubah bentuk tujuan. 
Adapun alasan yang menyebabkan wilayah lainnya masih mengunakan Rajah tubuh (menurut analisa) mungkin disebabkan: Jarak yang jauh dari Tempat terjadinya Kesepakatan Bersama dalam arti tidak mengetahui adanya kesepakatan sehingga kesalahan yang dilakukan seolah-olah sengaja dilakukan untuk mengacaukan isi rapat yang telah ditetapkan.