Bagi orang non-kalimantan termasuk orang non-Indonesia, ketertarikan
terhadap Kalimantan terutama disebabkan oleh eksotisme komunitas Dayak yang
dipopulerkan dalam buku-buku perjalanan dan film-film lama:
"tentang kepercayaan animisme-nya, tentang rumah panjangnya, tentang upacara-upacara kematiannya, tentang tato dan telinga panjangnya, tentang tarian perangnya, dan tentang pengayauannya".
Dayak yang tergolong dalam rumpun Austronesia. Asal-usulnya yang sama dari wilayah Cina Selatan, yang sekitar 7000 tahun lalu telah memiliki budaya bercocok tanam. Jalur penyebarannya hingga ke Kalimantan dimungkinkan ada dua jalur, jalur timur dan jalur barat. Jalur timur dimulai dari daratan Cina menuju pulau Taiwan, lalu ke Filipina dan kemudian masuk ke Kalimantan. Migrasi dimulai sekitar 7000 tahun lalu ketika sekelompok orang mulai berlayar dari daratan Cina ke pulau Taiwan. Kemudian, 5000-6000 tahun yang lalu, dari Taiwan mereka mulai menyebar memasuki Filipina, dan sekitar 4000 tahun lalu mulai memasuki Kalimantan, dalam kedatangan bergelombang. Jalur barat dimulai dari daratan Cina menuju Vietnam, semenanjung Malaka, masuk ke pulau-pulau di Indonesia dan lalu masuk ke Kalimantan.
Penyebaran jalur barat dikonfirmasi studi genetik yang menunjukkan bahwa jejak genetik dari daratan Asia Tenggara dan pulau utama di Indonesia lebih kuat daripada jejak genetik yang langsung berasal dari Taiwan. Setelah di pulau Kalimantan, kelompok Austronesian itu mengalahkan komunitas pemburu dan peramu yang disebut Austroloid, yang lebih dulu menghuni Kalimantan, dan kemudian menyebar ke seantero pulau membentuk ratusan kelompok berbeda dengan bahasa, organisasi sosial dan budaya yang agak berlainan. Suatu pendapat menyatakan bahwa ketika Hindu dan kemudian Islam mulai masuk, istilah Dayak diperkenalkan sebagai sebutan bagi mereka yang belum memeluk Hindu, atau kemudian belum memeluk Islam. Setelah tahun 1600-an, mereka yang kemudian memeluk Islam menjadi Kutai di Kalimantan bagian timur khususnya di sepanjang daerah aliran sungai Mahakam, atau Banjar di Kalimantan bagian selatan khususnya di daerah aliran sungai Barito, atau Melayu di Kalimantan bagian barat khususnya di daerah aliran sungai Kapuas.
"tentang kepercayaan animisme-nya, tentang rumah panjangnya, tentang upacara-upacara kematiannya, tentang tato dan telinga panjangnya, tentang tarian perangnya, dan tentang pengayauannya".
Dayak yang tergolong dalam rumpun Austronesia. Asal-usulnya yang sama dari wilayah Cina Selatan, yang sekitar 7000 tahun lalu telah memiliki budaya bercocok tanam. Jalur penyebarannya hingga ke Kalimantan dimungkinkan ada dua jalur, jalur timur dan jalur barat. Jalur timur dimulai dari daratan Cina menuju pulau Taiwan, lalu ke Filipina dan kemudian masuk ke Kalimantan. Migrasi dimulai sekitar 7000 tahun lalu ketika sekelompok orang mulai berlayar dari daratan Cina ke pulau Taiwan. Kemudian, 5000-6000 tahun yang lalu, dari Taiwan mereka mulai menyebar memasuki Filipina, dan sekitar 4000 tahun lalu mulai memasuki Kalimantan, dalam kedatangan bergelombang. Jalur barat dimulai dari daratan Cina menuju Vietnam, semenanjung Malaka, masuk ke pulau-pulau di Indonesia dan lalu masuk ke Kalimantan.
Penyebaran jalur barat dikonfirmasi studi genetik yang menunjukkan bahwa jejak genetik dari daratan Asia Tenggara dan pulau utama di Indonesia lebih kuat daripada jejak genetik yang langsung berasal dari Taiwan. Setelah di pulau Kalimantan, kelompok Austronesian itu mengalahkan komunitas pemburu dan peramu yang disebut Austroloid, yang lebih dulu menghuni Kalimantan, dan kemudian menyebar ke seantero pulau membentuk ratusan kelompok berbeda dengan bahasa, organisasi sosial dan budaya yang agak berlainan. Suatu pendapat menyatakan bahwa ketika Hindu dan kemudian Islam mulai masuk, istilah Dayak diperkenalkan sebagai sebutan bagi mereka yang belum memeluk Hindu, atau kemudian belum memeluk Islam. Setelah tahun 1600-an, mereka yang kemudian memeluk Islam menjadi Kutai di Kalimantan bagian timur khususnya di sepanjang daerah aliran sungai Mahakam, atau Banjar di Kalimantan bagian selatan khususnya di daerah aliran sungai Barito, atau Melayu di Kalimantan bagian barat khususnya di daerah aliran sungai Kapuas.
Komunitas yang saat ini disebut Dayak mencakup ratusan komunitas dengan
budaya, organisasi sosial dan bahasa yang berlainan. Sesat jika mengira Dayak
adalah sebuah etnis tunggal yang memiliki keseragaman bahasa dan budaya
sebagaimana sebuah etnis seharusnya. Meskipun sama-sama mengaku sebagai dayak,
apabila berasal dari daerah yang berbeda (letak kabupaten atau kecamatan atau desa), karena daerah tempat tinggal berbeda, seperti yang kita tahu, bahasa yang dimilikipun juga pasti berbeda.
Para etnografer kesulitan untuk bisa mengidentifikasi secara tegas
kelompok etnik yang secara umum disebut Dayak. Sebab, dua komunitas Dayak bisa
memiliki bahasa yang agak mirip namun memiliki budaya yang berlainan, atau
memiliki budaya yang mirip namun bahasanya sangat berbeda. Jadi sangat sulit mengidentifikasi
dan menghitungnya. Oleh sebab itu, para etnografer biasanya mengabaikannya dan
hanya berusaha mengidentifikasi kelompok besarnya saja. Bernard Sellato,
seorang ahli Dayak terkemuka, membedakan komunitas-komunitas Dayak di pulau
Kalimantan ke dalam tujuh kelompok besar, yakni Iban, kelompok Barito,
Kayan-Kenyah-Modang, kelompok Nulang Arch, Maloh dan Bidayuh.
Iban. Orang Iban merupakan kelompok etnik utama, yang tersebar di
Sarawak, Malaysia, dan dalam jumlah kecil di Kalimantan Barat, Indonesia.
Beberapa kelompok terkait dengan Iban adalah Kantu, Seberuang, Mualang, dan
Desa. Diperkirakan, jumlahnya di Sarawak mencapai lebih dari 600
ribu jiwa dan di Kalimantan Barat jumlahnya sekitar 15 ribu jiwa.
Komunitas Iban termasuk kelompok yang dikenal sering berperang. Tercatat
beberapa kali mereka melakukan penyerangan ke komunitas-komunitas Dayak
lainnya.
Kayan-Kenyah-Modang. Kelompok ini menempati wilayah luas di wilayah
tengan pulau Kalimantan, mulai dari wilayah Apo Kayan di Kalimantan
Timur, Rejang dan Baram di Sarawak, Malaysia, Hulu Kapuas di Kalimantan
Barat, hingga Mahakam di Kalimantan Timur. Organisasi sosialnya terbagi tiga,
yakni kelompok aristokrat, kelompok orang biasa dan kelompok budak. Diduga,
kelompok ini merupakan kelompok Dayak yang paling belakangan tiba di pulau
Kalimantan, yakni sekitar abad-abad pertama sampai kelima masehi. Mereka
dikenal sebagai penakluk komunitas lainnya. Budaya mengayau yang menjadikan
Dayak populer di dunia, merupakan tradisi mereka.
Bidayuh. Kelompok Bidayuh sebelumnya dikenal sebagai Dayak Darat yang merupakan
kelompok heterogen yang tinggal di daerah aliran sungai Kapuas dan di barat-selatan
Sarawak, Malaysia. Dipercaya, mereka merupakan salah satu kelompok Dayak tertua
yang tiba di Kalimantan. Yang unik dari kelompok ini adalah pembangunan rumah
tetua yang diperuntukkan sebagai pusat aktivitas para pria dan untuk melakukan
berbagai ritual. Berbeda dengan kelompok Iban dan kelompok Kayan-Kenyah-Modang,
kelompok Bidayuh dikenal sebagai kelompok yang menghindari konflik.
Dayak Kenyah di Mahakam (Batu Majang, Mahakam
Hulu, Kalimantan Timur)
Maloh. Kelompok Maloh tinggal di hulu sungai Kapuas, Kalimantan
Barat. Kelompok Maloh atau dalam literatur lain kadang disebut kelompok Taman,
memiliki struktur sosial yang terstratifikasi ketat. Sub utama kelompok ini ada
tiga, yaitu Taman, Embaloh, dan Kalis.
Kelompok Barito. Secara tradisional, kelompok Barito menghuni
wilayah tengah pulau Kalimantan. Termasuk di dalamnya adalah Dayak Ngaju yang
tinggal di tengah dan barat Kalimantan tengah; Dayak Ot Danum yang tinggal
lebih ke hulu; Dayak Siang dan Murung di hulu sungai Barito; Dayak Luangan dan
Manyan di Barito Tengah; dan Dayak Benuaq, Bentian dan Tunjung di Mahakam
Tengah. Kekhasan kelompok ini adalah ritual pemakaman yang memerlukan dua
kali perlakuan terhadap tubuh orang yang mati, yang dimungkinkan terkait dengan
pusat Hindu kuno di wilayah selatan-timur Kalimantan.
Kelompok Nulang Arc. Sekelompok kecil komunitas di Sarawak dan
perbatasan dengan Indonesia, seperti Kajang, Melanau, Berawan, Lun Dayeh, Lun
Bawang, dan Kelabit dimasukkan dalam kelompok khusus Nulang Arc karena seperti
kelompok Barito, mereka juga mempraktekkan ritus penguburan kedua bagi orang
mati, dan mereka memiliki kesamaan historis dan budaya yang mirip. Hanya saja,
mereka memiliki organisasi sosial dan ekonomi berlainan.
Upacara Baliatn, Dayak Benuaq, Kabupaten
Kutai Barat
Selain tujuh kelompok di atas yang umumnya mengusahakan suatu pertanian
padi, kebanyakan dilakukan di lahan sementara hasil tebang-bakar, dengan abu
hasil pembakaran sebagai pupuknya (swidden agriculture atau ladang berpindah),
ada satu kelompok lagi yang hingga baru-baru ini masih memiliki kehidupan
nomadik (terus berpindah dan tidak memiliki pemukiman tetap) dan ekonomi
subsisten tergantung pada perburuan dan meramu, yakni Punan. Mereka tersebar
khususnya di pegunungan Schwaner-Muller, di daerah paling hulu sungai-sungai
besar di pulau Kalimantan.