Kamis, 18 Desember 2014

Kesimpulan Sejarah Real Madrid & Sejarah Barcelona

Setelah menilai argumen yang mendukung dan menolak sebutan organisasi politik dalam kaitan literatur akademik bagi Real Madrid dan FC Barcelona, saya percaya bahwa ada beberapa hal yang bisa dijelaskan lebih baik mengenai keduanya.

Dalam kasus FC Barcelona, saya menyimpulkan bahwa kehidupan politik klub tidak sejalan sebagai sebuah institusi politik, terutama ketika kita mempertimbangkan bahwa pandangan politik dan aktivitas klub sepanjang abad kedua puluh tidak sejalan dengan pemerintahan. Kaitan dengan politik Catalan sepanjang sejarah klub jelas terlihat dimana Josep Sunyol berambisi untuk membawa nasionalisme Catalan dan perjuangan melawan sentralisasi (Burns: 1998, p.100-101).

Sementara asosiasi klub dengan politik Catalan masih kuat dimana presiden klub sebelumnya Joan Laporta menjadi anggota parlemen Catalan mewakili Solidaritat Catalana per la Independencia, saya tidak yakin ada kaitan politik yang kuat atau tertanam untuk bisa menyebutkan FC Barcelona sebagai sebuah institusi politik.

Sejatinya, dengan prinsip pendirian “apolitis namun selalu siap membela hak-hak asasi warga Catalan” (Burns: 1998, p.100), komentar terakhir saya soal FC Barcelona adalah ini merupakan organisasi olahraga pertama dan terkemuka yang pernah digunakan sebagai kendaraan bagi kepentingan politik berideologi Catalanisme. Namun dibanding menjadi perpanjangan tangan partai politik Catalan, saya percaya bukti-bukti lebih menunjukan FC Barcelona sebagai perjuangan pembebasan yang sangat esensial bagi warganya.

Sementara Real Madrid lebih terlihat memenuhi syarat sebagai sebuah institusi politik, karena klub terkait dengan elemen pemerintahan yang sifatnya formal. Bentuknya berupa penggunaan fasilitas klub oleh pergerakan sosialis Spanyol (Goldblatt: 2007, p.302) dan kaitan erat dengan rezim Franco dan ideologi fasis.

Bukti menunjukkan rezim Franco menggunakan kesuksesan Real Madrid sebagai alat iklan fasisme Spanyol. Klub hampir selalu digunakan sebagai mesin propaganda oleh rezim, sementara di sisi lain pemain dan manajemen klub selalu dipuji Franco.

Debat tingkat keterlibatan politik Real Madrid dan FC Barcelona terus diwariskan dimana penggemar dan sejarawan dari kedua belah pihak terpisah dalam dua kubu yang berbeda, republikan dan fasis, namun kesimpulan final saya adalah seluruh isu ini telah jauh dari sederhana dari sebelumnya. Seperti yang dituliskan Phil Ball (2002, p.86), meskipun FC Barcelona telah diasosiasikan dengan nilai-nilai kepahlawanan Republikan dan Real Madrid dengan nilai-nilai fasisme, citra ini tidaklah murni, isu yang aktual sebenarnya menjadi kurang jelas karena adanya pengaruh media selama beberapa dekade.

Meskipun beragam elemen kedua klub dengan pengertian akademik atas institusi politik, saya percaya bahwa deduksi yang masuk akal adalah kedua klub lebih condong sebagai organisasi (dan bukan institusi) yang menjalankan model demokratis dengan agenda-agenda politik yang diproyeksikan terhadap mereka oleh sekelompok kecil pihak-pihak yang berkepentingan. Saya tetap tidak percaya bahwa salah satu dari Real Madrid atau FC Barcelona dapat dipandang sebagai institusi politik dalam konteks akademis.